Indonesia menetapkan konsep green economy(ekonomi hijau) dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Konsep green economy dilaksanakan untuk mendukung pembangunan nasional yang bersifat pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environmental. Konsep ini dipandang paling ideal dalam meningkatkan kesejahteraan masayrakat dengan tetap menyelamatkan lingkungan. Pembangunan ekonomi yang kurang memperhatikan kelestarian lingungan bukan saja telah memberikan kerusakan yang merugikan tetapi juga berdampak negatif untuk masa yang akan datang.
Konsep ekonomi hijau meliputi cakupan yang luas dan merupakan paradigma baru dalam pembangunan ekonomi yang menggantikan kebijakan-kebijakan lingkungan yang pada masa lalu kerap difokuskan pada solusi jangka pendek. Pendekatan ekonomi hijau merupakan win-win solution dalam mengakhiri perdebatan para penentu kebijakan yang tidak ada habis-habisnya seputar "pelestarian lingkungan" dan "pertumbuhan ekonomi". Atau dengan kata lain, Ekonomi Hijau adalah model pembangunan ekonomi berbasiskan pengetahuan terhadap ecological economic dan green economic yang bertujuan untuk menjawab saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pamanasan global.
Bercermin pada kondisi Indonesia saat ini, bahwa model pembangunan ekonomi yang dikembangkan telah menggerakkan pembangunan ekonomi yang cenderung ekstraktif dan berjangka pendek. Tanpa menafikan adanya perbaikan kualitas sumber daya dan lingkungan, namun secara umum dapat dikatakan bahwa upaya mempertahankan fungsi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari masih jauh dari yang diharapkan. Sementara itu, sinyal indikator pertumbuhan ekonomi seperti Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto (PDB/PDRB), dan tingkat inflasi tidak diiringi dengan informasi tentang nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusaknya serta tercemarnya lingkungan (degradasi).
Pendekatan Ekonomi Hijau (Green economy approach) dapat dijadikan sebagai suatu model pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan. Ekonomi hijau merupakan suatu lompatan besar meninggalkan praktik-praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek yang telah mewariskan berbagai permasalahan yang mendesak untuk ditangani termasuk menggerakkan perekonomian yang rendah karbon (low carbon economy).
Eksekutif UNEP, Achim Steiner memuji inisiatif Indonesia dalam bidang green economy untuk mencapai target pertumbuhan berkelanjutan sebesar tujuh persen dan penurunan emisi karbon 26-40 persen pada tahun 2020. Beberepa isu penting yang menjadi fokus pemerintah terkait isu lingkungan dan pembangunan ekonomi hijau seperti penanganan dan pengeloalaan bahan kimia dan limbah berbahaya, pengelolaan limbah dan penanganan masalah e-waste (sampah dari produk/alat elektronik), pengembangan keragaman hayati, pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Konfrensi Internasional Pemuda yang pernah dilaksanakan di Yogyakarta pada tahun 2011 bertema "Youth Awarness on Climate Change" dan dihadiri oleh pemuda dari 37 negara, menghasilkan sejumlah rekomendasi penanganan perubahan iklim dan lingkungan, yang dituangkan dalam "Yogyakarta Youth Declaration". Sejumlah rekomendasi penting yang dikeluarkan berkaitan tata kelola lingkungan hidup dan pembangunan ekonomi hijau, yaitu mendesak setiap negara mengembangkan sumber energi berkelanjutan dan mempromosikan penggunaan energi terbarukan, seperti energi surya, panas bumi, dan energi angin," meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu lingkungan melalui media, kurikulum pendidikan, dan kegiatan pemuda dalam mendukung kepedulian pada lingkungan.
Selain itu pemerintah perlu mendukung proyek-proyek konservasi berbasis masyarakat, sumber daya alam, pembangunan daerah, teknologi hijau, energi bersih, dan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat yang paling rentan akibat perubahan iklim, pengembangan kebijakan konservasi yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat miskin dan terpinggirkan.
Pemerintah juga diharapkan untuk memperkuat kerja sama antara pemerintah dan swasta, melakukan pengelolaan hutan lestari dalam rangka melestarikan sumber daya hutan dengan mempertimbangkan peran hutan untuk kesejahteraan umat manusia. Hal itu dilakukan melalui mitigasi, beradaptasi dengan perubahan iklim, dan membuat kerangka hukum yang memperhatikan masyarakat adat dan kearifan masyarakat lokal, mempromosikan pertukaran pengetahuan dan pengalaman tentang mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan membangun jaringan kelembagaan yang ada, baik lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, media, sektor swasta, lembaga pemerintahan maupun lembaga agama.
Sektor swasta disarankan untuk mengembangkan lebih banyak produk ramah lingkungan dan berinvestasi untuk program yang ramah lingkungan, seperti mengurangi emisi bahan kimia, racun, dan limbah berbahaya dan gas rumah kaca. "Swasta harus mendorong pengembangan produk penghematan energi dan mempromosikan gaya hidup lestari.
Kerusakan alam dan lingkungan adalah akibat ulah tangan manusia itu sendiri, menjadi kewajiban kita bersama dalam melakukan berbagai macam aktivitas ekonomi dan gaya/kebiasaan hidup sehari-hari untuk selalu memperhatikan aspek lingkungan hidup. Kita harus mewariskan alam yang lestari, sumberdaya alam yang berkelanjutan bagi generasi-gerasi mendatang. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H