Mohon tunggu...
Hamidah Lutfiyanti Maharani
Hamidah Lutfiyanti Maharani Mohon Tunggu... Programmer - Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang

Seorang mahasiswa program studi teknik informatika yang terkadang memiliki cerita untuk dituangkan dalam sebuah tulisan. Suka dalam hal mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Imposter Syndrome, Ketidakyakinan terhadap Diri Sendiri

29 November 2023   13:03 Diperbarui: 29 November 2023   13:09 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perjalanan hidup yang penuh prestasi dan pencapaian, seringkali kita menemui suatu fenomena psikologis yang merayap perlahan tanpa kita sadari. Imposter Syndrome, atau yang lebih dikenal sebagai Syndrome Palsu, menjadi bayangan tak terlihat yang sering kali menghampiri di tengah sorotan keberhasilan. Bagaimana mungkin, meskipun telah meraih berbagai pencapaian luar biasa, kita masih merasa meragukan diri sendiri?

Imposter Syndrome adalah fenomena psikologis di mana seseorang, meskipun memiliki pencapaian dan kualifikasi yang signifikan, tetap merasa seperti seorang penipu atau seakan tidak pantas mendapatkan kesuksesan yang dicapainya. Seolah-olah, prestasi yang telah diraih merupakan hasil kebetulan atau keberuntungan semata. Untuk memahami lebih dalam mengenai fenomena ini, mari kita menjelajahi kesenjangan yang muncul antara apa yang telah kita raih dan bagaimana kita melihat diri kita sendiri.

Kenapa Kita Sering Ngerasain Imposter Syndrome?

Imposter Syndrome seringkali muncul bukan tanpa sebab. Beberapa faktor dan kecenderungan tertentu dapat memicu munculnya perasaan ketidakpercayaan diri ini. Mari kita telaah beberapa alasan mengapa kita sering mengalami Imposter Syndrome:

1. Standar Kepala Sendiri Terlalu Tinggi

Seringkali kita memiliki standar yang sangat tinggi untuk diri sendiri. Ketika pencapaian kita tidak memenuhi standar yang tidak realistis ini, kita dapat merasa tidak puas dan meragukan kemampuan diri. Contohnya, mungkin kita memiliki ekspektasi bahwa setiap tugas harus sempurna, dan ketika ada kekurangan, kita merasa sebagai "imposter".

2. Perbandingan Sosial yang Berlebihan

Media sosial seringkali menjadi sumber perbandingan sosial yang tidak sehat. Melihat kesuksesan dan pencapaian orang lain di platform tersebut dapat menciptakan rasa tidak puas dengan diri sendiri. Misalnya, melihat rekan kerja atau teman di media sosial yang tampaknya sukses dapat membuat kita merasa kurang berhasil, meskipun sebenarnya kita telah mencapai banyak hal.

3. Tidak Menerima Pujian dengan Baik

Orang yang mengalami Imposter Syndrome cenderung sulit menerima pujian dengan tulus. Mereka mungkin menganggap bahwa pujian tersebut hanyalah basa-basi atau kebetulan, dan bukan hasil dari kemampuan atau usaha nyata. Contohnya, jika seseorang memberi kita pujian atas prestasi kerja, kita mungkin merespon dengan meremehkan diri sendiri atau merasa bahwa itu hanyalah keberuntungan semata.

4. Ketakutan Akan Kegagalan

Ketakutan akan kegagalan juga dapat memicu Imposter Syndrome. Jika kita merasa bahwa keberhasilan kita saat ini hanya kebetulan, kita mungkin takut akan saat kegagalan yang akan membongkar "topeng" kita. Sebagai contoh, seseorang yang berhasil dalam proyek tertentu mungkin merasa bahwa keberhasilan tersebut hanya keberuntungan belaka, dan ketakutan akan kegagalan di proyek berikutnya dapat memperkuat Imposter Syndrome.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun