Istilah impostor sering terdengar dan sempat menjadi booming sejak adanya permainan Among Us yang dimainkan oleh banyak generasi milenial. Arti impostor dalam game tersebut merupakan pemain yang menipu dan bertugas membunuh karakter pemain yang lain secara diam-diam serta mengacaukan permainan. Ternyata di dalam psikologi, ada istilah impostor syndrome.
Impostor syndrome atau Impostor Phenomenon pertama kali dijelaskan oleh Dr Pauline Clance dari pengamatan observasinya dalam setting klinis (Clance & Imes, 1978). Impostor syndrome merupakan kondisi yang terjadi dimana seseorang merasa kurang memiliki kemampuan diri ataupun kepandaian serta merasa telah "menipu" orang lain bahwa dirinya bukanlah seperti yang terlihat sebenarnya (Wulandari & Tjundjing, 2007).Â
Orang dengan sindrom ini merasa khawatir, cemas hingga depresi karena takut orang lain akan tahu jika dirinya adalah seorang penipu yang terlihat kompeten sehingga tidak layak mendapatkan banyaknya keberhasilan dan prestasi yang telah diraihnya.
"Ada kekhawatiran ketahuan, sebab ia merasa selama ini melakukan penipuan atau berbuat curang. Padahal pencapaian atau prestasi itu nyata karena memang benar-benar pintar" kata Nuning, Dosen Fakultas Psikologi UGM yang dimuat di laman resmi UGM, 18 Oktober 2020.
Meskipun dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) impostor syndrome tidak termasuk penyakit jiwa, namun dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sindrom ini cukup banyak ditemui dalam masyarakat.
Pada awalnya Clance dan Imes menduga bahwa hanya kaum perempuan berprestasi tinggi yang mengalami sindrom ini. Tetapi kemudian berbagai penelitian telah menemukan bahwa impostor syndrome ini dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Mereka juga mengatakan bahwa semakin tinggi pencapaian akademik yang diraih, maka semakin menguatkan terjadinya seseorang mengalami sindrom tersebut (Ferrari et al., 2005).
Dr Pauline Rose Clance menjelaskan enam karakteristik potensial yang dimiliki oleh impostor. Jika seseorang memiliki minimal dua dari enam karakteristik tersebut, maka orang tersebut mengalami impostor syndrome.Â
Enam karakteristik tersebut adalah mengalami impostor cycle, kebutuhan menjadi yang terbaik atau sempurna, cenderung perfeksionis, takut mengalami kegagalan, menyangkal kompetensi pribadi dan mengabaikan pujian, serta takut merasa bersalah saat sukses.
Gejala atau tanda-tanda seseorang mengalami impostor syndrome yaitu antara lain sering meragukan kemampuan dirinya sendiri, sering mengaitkan kesuksesan dan pencapaian dengan faktor eksternal, tidak mampu menilai kompetensi dan keterampilan diri secara objektif, dan merasa akan gagal suatu hari.
Menurut Young (2004), seorang peneliti sekaligus penulis buku yang telah melakukan penelitian pada orang-orang sukses, ia berhasil mengidentifikasi beberapa tipe impostor syndrome, yaitu antara lain :
1. The Perfectionist