Mohon tunggu...
Muhammad Hamid Habibi
Muhammad Hamid Habibi Mohon Tunggu... Guru - Calon guru

Belajar lagi... Belajar mendengarkan, belajar memahami, belajar mengatur waktu, belajar belajar belajar... belum terlambat untuk belajar...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ayo Awasi Grup Whatsapp Anak Anda

12 Desember 2017   20:48 Diperbarui: 12 Desember 2017   20:58 1736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari http://jurnalapps.co.id

Pada semester ini saya mendapati beberapa masalah gara-gara grup whatsapp anak-anak. Grup yang seharusnya digunakan untuk berbagi informasi atau mempererat silaturahmi malah berujung petaka. Yang saya hadapi ada beberapa masalah di grup anak-anak, antara lain:

Pertama, ada anak yang suka mengirim gambar jorok. Jorok di sini bisa diartikan jorok dalam hal sebenarnya atau jorok dengan gambar-gambar yang tidak senonoh. Padahal isi grup tersebut masih anak-anak.

Kedua, saling memaki atau nyandak (memanggil nama orang tua tanpa sebutan pak atau bu). Nah ini biasa guyonan dari dulu tetap sama. Akhirnya karena mangkel dan marah masalah nyandak ini akan terbawa saat mereka bertemu di kelas.

Ketiga, membully teman. Pasti ada saja teman yang tidak disukai di suatu kelompok. Anak inilah yang akhirnya jadi bahan ejekan di grup seperti layaknya bully di dunia nyata.

Keempat, orang tua yang ikutan dalam pesan whatsapp anaknya. Entah masalah bully, nyandak ataupun gambar jorok saat salah satu orang tua tahu ini akan menjadi masalah besar. Karena kebanyakan orang tua akan langsung marah dan cenderung menyalahkan teman anak-anaknya tadi. Seharusnya peran orang tua di sini mengawasi dan memberi nasehat jika mereka salah.

Kenapa fenomena tengkar di grup whatsapp ini sering terjadi. Menurut saya ada beberapa faktor pendukung, yakni pertama bebasnya anak-anak mengakses whatsapp. 

Hal ini menjadi hal yang lumrah karena anak sekarang mulai SD sudah mempunya gawai sendiri. Kedua, tidak adanya pembimbing dan pengawas grup whatsapp, sehingga si anak menjadi seenaknya sendiri dan tidak takut melakukan hal-hal yang buruk. Ketiga, anak sering membuat grup wa sendiri tanpa sepengetahuan orang tua atau guru, sehingga aktifitas grup tak ada yang mengawasi.

 Saran dari masalah di atas adalah sebagai orang tua kita harus mengawasi kegiatan media social anak, jangan terlalu dikekang namun jangan pula terlalu dibiarkan tanpa pengawasan. Adapun sebagai guru, alangkah lebih baiknya jika setiap grup yang mengatasnamakan sekolah atau kelas harus ada minimal satu orang guru yang masuk ke dalam grup tersebut, agar anak ada yang mengawasi dan memberi nasehat jika ada konflik di medsos antar anak didiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun