"Mohon maaf pak lukman bisakah meminjamkan ponsel kepada kanaya agar ia bisa terus dalam keadaan terang. Nampaknya ia memiliki phobia akan kegelapan. Kami khawatir ia akan lepas kendali dan malah menimbulkan masalah yang lebih besar. " ku coba meminta bantuan kepada pak lukman.
"Oh iya, tolong juga alihkan Kevin kepada sesuatu yang disukainya. Nampaknya ia mengalami sedikit ketakutan. Kami lihat ponsel ibu prita masih bisa mengakses internet" lanjutku kembali meminta pertolongan kepada pak lukman dan ibu prita.
Lalu kucoba menenangkan kanaya yang tengah di rundung kegelisahan. Ku berikan ponsel milik pak lukman agar ia tetap bisa menyalakan senter. Sementara anggi tetap sibuk merekam momen demi momen yang terjadi menggunakan miroless miliknya. Sudah tak ia rasakan  sakitnya kaki terkilir.
"wah sepertinya liburan teman-teman kali ini akan sangat mengesankan. Kita seperti sedang menjalani syuting sebuah film" ku coba memecahkan masalah.
"Syuting apaan? Dasar aneh" celetuk kanaya menanggapi guyonanku.
Sementara anggi, pak lukman dan bu prita tertawa akan tingkah kanaya.
Disisi pak her tengah tertunduk lesu. Ia merasa bersalah atas kejadian ini.
"Ayolah pak her. Kemana pak her yang biasanya selalu semangat dan kritis jika terjadi sesuatu. Ini hanyalah masalah kecil" Ku coba meyakinkan bahwa ini bukanlah kesalahannya.
"Tadi sudah berhasil menelpon ando. Ku minta ia menjemput kita. Dan juga telah menelpon pak anton penjaga hutan untuk membantu kita" lanjutku.
Terdengar samar-samar suara peluit disisi hutan yang gelap. Pikirku itu adalah fred. Kakek satu ini adalah seorang ahli biologi. Tentunya ia sudah terbiasa menghadapi situasi ini. Tenyata dugaanku benar.
"Kenapa fred" tanyaku