Ada Apa dengan Cius dan Miapa?
“Bahasa adalah alat komunikasi. Bahasa adalah alat jati diri baik individu atau kelompok. Bahasa adalah alat pemersatu bangsa”. (Sosiolinguistik)
Ada apa dengan “cius” dan “miapa” ?
Ada dua persepsi yang baru – baru ini muncul. Persepsi pertama, “cius” dan “miapa” adalah singkatan dari kata “serius” dan “demi apa”. Dengan demikian, dapat diasumsikan sebagai bahasa atau tutur yang mengandung tendensi awal “ketidakpercayaan”. Karena kedua kata tersebut akan terbentuk sebagai “kalimat tanya” yang mengasumsikan jawaban kesungguhan yang dibangun di atas sumpah dari lawan bicara. Jika si A, misalnya berkata: “Aku baru pulang dari kantor”. Sebagai kalimat informasi. Lalu si B menanggapi: “Cius? Miapa?”, dengan persepsi arti, “Serius? Demi apa?”. Pertanyaan jenis ini berarti membutuhkan jawaban, persetujuan yang dibangun di atas sumpah atau tidak persetujuan. Jika tidak persetujuan sebagai jawaban si A berarti akan berkata: Tidak Cius. Sudah titik. Tetapi karena dirangkai dengan kata miapa, maka cius membutuhkan jawaban positif, yakni persetujuan. Dengan demikian ia akan menjawab –terpaksa atau tidak- misal, “cius, mijin” (serius, demi jin), “cius mitan” (serius demi setan), dan seterusnya.
Kedua, “Cius” dan “Miapa” sebagai singkatan dari “Cinta Yesus” dan “Muhammad itu apa?”. Masing – masing dari kedua rangkaian kata tersebut mengandung perkiraan pemaknaan tersendiri yang dapat didekati dengan kemungkinan “fakta – fakta motif komunikasi”. Rangkaian kata pertama bermotif membangun konsepsi “mencintai Yesus” di luar kesadaran, sedang yang kedua adalah kebalikannya.
Kedua ungkapan di atas, dalam bentuk rangkaian aslinya secara semantik tidak dapat dipastikan maknanya. Sebab keduanya merupakan rangkaian kata yang mengandung pengertian yang hanya diketahui secara pasti oleh orang atau kelompok yang –sengaja atau tidak- mencetuskannya. Kata adalah data pikiran manusia yang bersifat abstrak dan menjadi konkrit ketika diungkapkan. Ia mengandung visi komunikasi untuk membangun perilaku, mengubah konsep dan persepsi hidup pendengarnya. Oleh karena itu, penting berhati – hati dalam menerima dan menggunakan kata - kata.
Fungsi kata “Cius” dan “Miapa”
Dalam Pendekatan Filsafat Bahasa, rangkaian kata “cius” dengan “miapa” yang dipersepsikan sebagai “serius” dan “demi apa” berfungsi sebagai alat komunikasi ekpresif. Artinya, pihak komunikator dengan tutur tersebut mengekspresikan perasaan, pikiran, kehendak atau sikapnya kepada komunikan, baik disadari atau tidak, sebagai orang yang kurang mempercayai atau tidak menanggapi serius pernyataan yang disampaikan komunikan tersebut.
Sedang yang kedua berfungsi sebagai persuasi. Cinta Yesus dan Muhammad itu apa? Sebagai bahasa yang diungkapkan dengan maksud mempengaruhi atau mengajak orang lain (lawan bicara) melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara samar.
Secara singkat, dari sini sudah dapat dipahami, baik dengan persepsi pertama atau dengan persepsi kedua, kata “cius” dan “miapa” adalah kata – kata kurang baik dan tidak patut untuk dilestarikan. Persepsi pertama, akan membangun kebiasaan bertanya yang bernada menyepelekan informasi informan dan memaksa informan untuk terbawa pada kebiasaan buruk, yakni bersumpah tanpa alasan yang tepat. Kenyataan seperti ini akan merusak akhlak (etika) komunikasi. Sedang yang kedua, jelas lebih berbahaya, karena selain merusak akhlak, juga berkecenderungan merusak konsep iman umat Islam. Hal bijak sebagai orang beriman, memilih kata – kata yang baik akan menjadi cermin keberimanan. Wallahu a’lam ! Semoga bermanfaat.....
(ikhtiar kecil penulis, tidak untuk perdebatan! Tidak setuju tidak masalah, campakkan saja.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H