Kondisi ekonomi Pemerintah Malaysia 2018 ini sedang tidak menguntungkan. Rasio utang negara pada Agustus 2018 lalu masih tercatat mencapai 51% dari GDP yang hampir menyentuh angka aman sebesar 55%.
Hal mengejutkan terjadi November 2018 ini yang membuat kondisi memburuk. Hutang negara Malaysia menyentuh 1 Triliun Ringgit atau 3.500 Triliun Rupiah atau 60% dari GDP, lampu merah dan sebuah rekor baru.
Nilai tukar Malaysia Ringgit terhadap Dollar AS juga semakin melemah, jika pada Agustus 2018 1 USD = 4,4 Ringgit, terkini sewaktu saya mengunjungi Malaysia (November 2018), nilai tukar 1 USD = 4,6 Ringgit.
PM terpilih Mahathir Mohammad tentunya cemas, terlebih melalui proses panjang selama kampanye hingga memenangkan pemilu. Dirinya berstrategi dengan anak buahnya yang dulu pernah dibuang, Anwar Ibrahim.
Secara Politik, keterpilihan PM Mahathir disambut gempita, namun secara ekonomi, monster buas mengancam.
Terkait terpilihnya PM Mahthir yang dibantu oleh Anwar, masyarakat Malaysia tau, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Mahathir akan menjabat selama dua tahun awal dan sesudahnya Anwar yang akan naik menggantikan sebagai PM, lucu memang. Bagi Mahathir dua tahun jabatan akan coba dimaksimalkan, terlebih pada sektor ekonomi.
Prediksi kejatuhan ekonomi Malaysia pada masa PM Najib sudah terendus. Sebelum menjabat PM, Mahathir sudah terlebih dahulu bersedih dengan mengatakan "My Child is Lost,".
Bagaimana tidak, sebuah perusahaan otomotif Nasional Malaysia yang lahir darinya yakni Mobil Nasional Proton, harus diserahkan kepada Asing.
Pada 2017 pabrikan Cina DRB-Hicom menguasai 49% saham Proton yang berdiri sejak 1983. Proton kini harus rela melepas kebanggan Mobil Nasional 100% nya. Jauh lebih besar, Skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) pada masa PM Najib Razak yang terkuak kian menjatuhkan dengan dugaan penyalahgunaan dana sebesar US$ 4,5 miliar.
Pusaran berada pada pertanyaan, bagaimana cara 1MDB mengembalikan kembali dana talangan sejumlah tersebut kepada Pemerintah (kementerian Keuangan) sementara yang diminta tidak ada kas sama sekali.
Melihat kondisi tersebut, PM Mahathir akhirnya membatalkan dua Mega Proyek senilai US$ 20 Miliar dengan Cina yakni proyek East Coast Rail Link (ECRL) dan proyek pipa gas alam di Sabah. Mahathir mengatakan, proyek bakal ditunda hingga Malaysia benar-benar mampu.