Kaget juga dengar kritikan terkait dinasti politik malah diminta positif thingking. Alasannya, semua bakal calon juga dianggap dinasti semua oleh pak Prabowo. Apakah bapak ini mispersepsi arti dinasti politik? Ya sudahlah. Eits, tapi sebelum saya berpikir positif, ijin dulu nggih membedakan mana yang dinasti politik dan mana yang bukan.
Seandainya para bakal calon yang akan bertarung di perhelatan pemilihan presiden atau pemilihan legislatif tidak mempunyai satu orang keluarga terdekat sebagai pejabat penyelenggara negara aktif, maka itu bukan dinasti politik dong. Soal dia masih keturunan penyelenggara negara, pejabat atau tokoh politik di masa kerajaan Majapahit atau Padjadjaran, itu namanya keturunan, bukan dinasti politik, sekali lagi.
Sebaliknya, jika bakal calon petarung pilpres punya keluarga terdekat yang masih aktif sebagai pejabat penyelenggara negara, maka ini namanya dinasti politik dong ya. Oke? Opps, jangan nyinyir dulu kaka, seandainya pejabat aktif tidak ikut campur mengutak-atik aturan-aturan penyelenggaraan pemilu, tidak memberi fasilitas bagi keluarga yang ikut mengundi nasib di gelaran pilpres atau pileg, ya ndak masalah. Tapi ada jaminannya gak?
Oke, itu cukup jelas untuk tahu apa bedanya dinasti politik atau bukan. Sekarang, saatnya berpikir positif untuk semua yang ngebet jadi presiden dan wakilnya.
Tidak mengapalah, ada dinasti politik, asalkan tidak money politics. Satu lagi, jangan jadi dinasti janji-janji. Nanti ribet kalau tidak terpenuhi. Apalagi, ketiga pasang bakal calon yang muncul di panggung, sudah terlalu banyak sawer janji. Capek pak, capek mas, dijanjiin melulu tapi akhirnya php.
Oke, demi berpikir positif, mari didoakan supaya yang menang tepat janji. Rakyat juga jangan banyak mencaci, kritik saja lebih pedas lagi, heheu...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H