Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Matinya Kata-kata

30 Januari 2021   09:23 Diperbarui: 30 Januari 2021   09:37 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di satu episode penjelajahan hidup
Aku begitu haus memandangi cermin
Mencari goresan pada kulit wajah
Mengulik jawab pada suara-suara di luar kamar batinku
Tak kusadari rumah tetanggaku dirobohkan perampas
Mereka pergi tanpa alas kaki dan hanya beratap langit, meratap tanpa uluran tangan
Karena semua sibuk memandang cermin
Memandang lekat-lekat lekuk-lekuk wajah, dimana tempat tergores

Kata-kata telah mati
Dihantui perasaan bersalah pada diri sendiri

Manakala kumemandang bayang-bayang tubuhku
Halaman depan dan pagar beton rumahku roboh
Rupanya kini giliranku dirampas dan hanya mampu terdiam
Seiring matinya kata-kata
Kami semua tersisih, tanpa alas kaki dan hanya beratap langit

Betapa sesal tak mampu memutar ulang sang waktu
Seiring matinya kata-kata
Semuanya sudah terlambat

...

Mengapa kau tak mengataiku?
Satu tetangga memarahiku dengan wajah sendu
Mengapa kalian tak mengataiku?
Ia sodorkan tanya pada tetangga lainnya
Semuanya menjawab dengan tanya yang sama
Akupun begitu

Dan barulah kami sadari
Terlalu sibuk mencari retak di wajah sendiri, telah mematikan kata-kata
Sekedar mengingatkan datangnya badai kehancuran

Matinya kata-kata telah meluluhlantakkan kampung kami

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun