Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Capung dan Gemercik Air

20 Januari 2021   01:34 Diperbarui: 20 Januari 2021   01:40 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melayang di udara. Capung berkerumun. Tapi mereka tak bermasker. Sekali dua bercengkrama. Memadu kasih. Tanpa malu kepadaku. Selepas itu menari kembali bersama semilir angin. Mereka tak cuci tangan. Tidak ada sabun atau hand sanitizer. Mereka tak kenal korona. Lama-lama aku ingin menjadi Capung.


Biru, hijau, merah, jingga, bermacam warna. Burikpun sesekali kudapati. Besar, sedang, dan seperti jarum. Mereka masih golongan yang sama. Odonata. Aku tidak mengundang. Tapi mereka datang. Berbisik padaku.

"Air di gubukmu masih jernih, rawatlah. Pasti kami sering mampir."

Bola mataku beralih pandang ke sungai. Kemudian ke kolam di depanku. Bilah bambu membantu air bergemercik. Isi sungai, isi kolam, serat-serat bambu jelas kulihat. Sampai kukira tidak ada air yang mengalir. Kalau tidak gemerciknya berbisik.

 "Kami gemercik air, nikmatilah. Berkah kau menyayangi tempat berpijaknya kakimu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun