Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Telegram

16 Januari 2021   09:51 Diperbarui: 17 Januari 2021   21:32 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


I
Kukirim telegram kepada ayah
Anak semata wayangnya hendak pulang
Tujuh hari aku di rumah
Ayah tergopoh ke balai desa
Menghapus penasaran yang bersarang di pikiran
Dikira ada pesan penting, mungkin dari presiden
Sekejap ayah pulang
Berwajah kecut memandang
Sembari melepas kertas di hadapanku
Ternyata telegram yang kukirim sebelum pulang

Aku geli dan tak tahan, tawaku menggelegar
Kupikir ayah akan tambah naik pitam
Malah ia terbahak lebih edan

II
Tiga puluh tahun kemudian
Di sabtu yang rindang
Anakku berpesan akan mengirim telegram ketika hendak pulang
Sama seperti mengirimi kakek dulu katanya

Satu pekan aku menunggu di balai desa
Dari jam 08.00 sampai jam 14.00 WITA
Di hari ketujuh telegram belum juga datang
Sampai di rumah ternyata anakku sudah seminggu pulang
Ternyata telegram itu ada di ponselku
Seminggu lalu sudah terkirim dan sampai hanya dalam satu detik
Aku dikerjai dengan telegram

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun