Pernahkah terbayang perpustakaan dengan koleksi buku-buku yang lengkap? Mulai buku kuno sampai buku full colour yang menarik. Tidak hanya buku fisik tapi juga buku digital, baik berupa file pdf, audiobook maupun videobook.Â
Bangunan yang nyaman dan dilayani pustakawan dengan latar belakang pendidikan sesuai dengan jenis koleksi perpustakaan. Alangkah keren dan pasti angka kunjungan ke perpustakaan meningkat drastis.
Presiden Soeharto sejak tahun 1995 menjadikan bulan September sebagai bulan gemar membaca dan tanggal 14 sebagai hari kunjung perpustakaan. Sudah 24 tahun berlalu tapi minat baca masyarakat  masih rendah. UNESCO pada tahun 2011 bahkan mengeluarkan data yang menunjukkan hanya satu orang yang memiliki minat baca dari seribu orang Indonesia.
Saya pribadi tidak seratus persen setuju jika dikatakan minat baca orang Indonesia rendah. Bagaimana mungkin menghakimi masyarakat kita seperti itu, sementara fasilitas untuk mendapatkan buku bacaan yang menarik dan lengkap sesuai kebutuhan rasanya sangat sulit.
Banyak taman bacaan berjamuran dimana-mana. Komunitas baca didirikan. Bahkan saya pribadi pada akhir 2014 bersama beberapa kawan mendirikan komunitas yang bisa dibilang komunitas baca atau komunitas perpustakaan mobile, berkeliling membawa buku dengan tas ransel.Â
Tapi itu tidak cukup. Kebanyakan buku-buku yang disumbangkan donatur adalah buku-buku yang tidak terjual alias kurang laku. Bagaimana bisa buku-buku kurang laku menarik minat baca masyarakat?
Masyarakat memang sedikit terbantu dengan kehadiran taman baca masyarakat dan komunitas baca. Jarak yang jauh dari perpustakaan milik pemerintah jadi penghalang utama dan berkat kawan-kawan kita inilah buku menjadi lebih dekat.
Namun seperti yang saya katakan tadi, buku yang diberikan donatur kebanyakan produk kurang laku.
Kembali ke paragraf pertama tulisan ini. Alangkah rindunya jika di tiap kabupaten atau lebih ekstrim lagi di tiap desa disediakan perpustakaan yang modern. Tidak melulu buku fisik. Masyarakat kita banyak terpengaruh tradisi masa lalu nusantara seperti tradisi lisan. Kisah-kisah, dongeng, hikayat, sejarah, dituturkan turun temurun.
Bahkan lebih jauh ke belakang jika merujuk sejarah Islam. Ayat-ayat Al Quran dan hadis disampaikan secara lisan oleh Rasulullah Muhammad kepada sahabat-sahabatnya. Hanya ayat-ayat al quran saja yang lebih awal dituliskan dalam lembar-lembar terpisah, seperti pelepah kurma dan sejenis.
Faktor budaya dan fasilitas yang kurang memadai perlu menjadi pertimbangan. Selain itu, tipe pembelajaran tiap orang juga berbeda-beda. Ada yang auditori, visual, atau mekanis. Audiobook tentu lebih cocok bagi mereka yang lebih suka belajar dengan mendengarkan.Â