Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran dari TGB

30 Mei 2017   13:15 Diperbarui: 30 Mei 2017   13:27 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi. Diambil Tahun 2013 di Taman Budaya, Mataram.

Dihina lantaran dikira menyerobot antrian, tidak membuat emosi tokoh ini meledak-ledak. Malah justru beliau menasehati dengan lemah lembut. Menjelaskan dengan baik-baik bahwa ia kembali ke antrian dimana ia dan istri tercintanya lama mengantri sampai kaki merasa pegal. Bahkan si penghina belum muncul batang hidungnya di tempat antrian tersebut.

Siapakah tokoh penyabar itu? Dialah Tuan Guru Bajang (TGB) Kiai Haji Dr Zainul Majdi MA. Ulama muda penghafal al Qur’an. Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ada beberapa pelajaran yang dapat saya ambil dari Gubernur saya ini. Pertama, perlu mengedepankan berpositif thingking atau husnudzan. Si penghina belum apa-apa sudah negative thingking terhadap seseorang yang tiba-tiba masuk ke tengah antrian, dipikirnya orang tersebut menyerobot seenaknya. Padahal ia tidak memiliki gambaran menyeluruh peristiwa yang ada di tempat antrian sebelum batang hidungnya ikut antri di sana.

Kedua, pentingnya bertanya. Ada benarnya ungkapan “Malu bertanya, sesat di jalan”. Si penghina mungkin terlalu malu bertanya sehingga ia sesat di jalan pikirannya, dengan mengira bahwa pak gubernur menyerobot antrian. Ia bisa bertanya baik-baik “Pak, bapak kenapa tiba-tiba masuk ke tengah barisan, kenapa tidak antri dari belakang?”. Nyatanya tidak dilakukannya.

Ketiga, pentingnya kesabaran. Si penghina di waktu itu kemungkinan besar tidak mau bersabar sejenak. Sehingga yang terjadi justru merugikan orang lain dan diri sendiri.

Hal sebaliknya dilakukan oleh Gubernur NTB, yakni bersabar mendapat cacian dan umpatan dari orang yang tidak dikenalnya. Beliau bersabar, sehingga tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Betapa sifat sabar beliau ini bisa menjadi sebuah tamparan keras bagi saya yang kesabarannya masih perlu diperbaiki.

Keempat, seseorang yang telah mempelajari ilmu islam, mengkaji al Qur’an dengan mendalam, ternyata berbeda reaksinya ketika menghadapi cobaan. Seseorang dengan pemahaman ilmu al qu’ran yang mendalam cenderung bereaksi dengan nilai-nilai islam yang telah meresap di dadanya. Perilakunya sejuk menyejukkan. Jauh sangat berbeda dengan kita-kita yang masih kelas keroco ini. Mengaku islam tapi sebatas KTP, hanya simbol semata. Unjuk gigi saat ada yang mengusik saja. Padahal di kiri-kanan, tidak pernah ambil pusing dengan banyaknya maksiat yang terjadi. Ambil contoh : minuman beralkohol yang dijual bebas di mini market, asik-asik saja dengan wanita berbusana minim, hubungan intim bebas yang dilakukan tanpa ada akad nikah, maraknya LGBT, adegan-adegan syur dan goyangan erotis yang dipertontonkan baik live di panggung maupun di televisi, berbagai ritual yang tidak ada tuntunannya dalam ajaran islam, dan masih banyak seabrek masalah kehidupan yang jauh dari nilai-nilai islami yang kita hadapi di sekitar kita.

Kelima, bereaksi dengan lemah lembut justru menjadi senjata ampuh untuk membuat kecele’ musuh-musuh islam di luar sana. Mereka yang menginginkan islam hancur sangat senang berjingkrak-jingkrak ketika kita bereaksi dengan meninggalkan jubah kesabaran dan kelemahlembutan. Mereka sungguh-sungguh dalam memasang mata, membidik dengan teliti ketika kita dibenturkan dengan persoalan yang dapat mengusik emosi. Sekali kita tergelincir, saat itu juga mereka bersukacita dengan menurunkan bala tentaranya yang pro sekulerisme, liberalisme dan radikalisme.

Sekiranya inilah beberapa pelajaran yang dapat saya ambil dari TGB. Sudah sejak lama TGB memaafkan peristiwa tersebut. Semoga kita sama-sama menghimpun pelajaran ini ke hati kita. Tepat di bulan suci yang penuh berkah ini. Semoga pelaku penghinaan tersebut mau berubah dan turut mengambil pelajaran. Supaya Indonesia tercinta ini tetap diberkahi Allah. Supaya negeri kita ini tetap damai, aman dan pemerintahnya mampu mensejahterakan rakyatnya secara nyata, tidak sebatas pencitraan dan jargon politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun