Hal tersebut bertolak belakang dengan teori kewajiban dan paksaan/imperative dari Jhon Austin bahwa hukum digunakan sebagai alat pertanggungjawaban atas setiap perbuatan yang dibuat oleh penguasa untuk menjamin hak-hak warga negaranya (Munir Fuady, 2013: 107).
Selanjutnya, penambahan Pasal 115 A, yang mempertegas Pasal 162 akan membuka peluang kriminalisasi terhadap warga penolak tambang. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi benturan kepentingan dan pelanggaran terhadap hak-hak rakyat serta masyarakat hukum adat. Â Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM diatur terkait:
Hak memperoleh keadilan (Pasal 17-19); Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20 -27); dan Hak atas kesejahteraan (Pasal 36 -- 42).
Artinya ketiga hak tersebut diatur secara jelas dan tegas dalam UU No. 39/99 sebagai amanat daripada Konstitusi. Maka sudah seharusnya, pembaharuan hukum dalam revisi UU Minerba senantiasa sejalan dengan jiwa Pancasila dan Konstitusi. Sebagaimana teori legitimasi aturan hukum oleh Hans Kelsen, bahwa suatu kaidah hukum dikatakan valid dan sah berlakunya apabila hukum tersebut memiliki keberlakuan moral. Artinya adalah, hukum tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral, yakni tidak boleh melanggar hak asasi manusia (B. Arief Sidharta, 2009:49).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H