Ketika kita berpikir bahwa persepsi di dalam kepalanya kita adalah sebuah kebenaran, maka hal tersebut akan berpotensi menimbulkan perselisihan pendapat dengan orang lain, yang juga berpikir bahwa persepsinaya adalah kenyataan dan kebenaran.
Ketika anda sedang mencintai seseorang misalnya, kita cenderung untuk membangun sebuah persepsi, apakah ia juga mencintai kita atau tidak, dan ketika kita tidak bisa mengkonstruksikan bahwa persepsi di dalam pikiran tidak lebih hanya merupakan sebuah persepsi, maka kita akan merasakan kecewa, dan bahkan menderita ketika pada kenyataannya kita tahu bahwa seseorang tersebut tidak mencintai kita, sebagaimana apa yang kita rasakan. Memaksakan persepsi kita kepada orang lain sebagai sebuah kebenaran yang justru merupakan sebuah kesalahan.
Begitupun dengan persoalan-persoalan lainnya, ketika anda berdialog, berdebat, atau bertukar pikiran dengan seseorang, dan anda memaksakan persepsi anda kepada orang lain agar diterima sebagai sebuah kebenaran, justru akan menimbulkan permasalahan.Â
Namun berangkat dari argumen yang diajukan oleh George Berkeley di atas, persepsi pada dasarnya dapat membawa seseorang pada sesuatu yang sifatnya positif dan juga negatif. Dan hal tersebut hanya dapat dilalui melalui jalan pemahaman terhadap apa yang ada di dalam diri.Â
Memahami diri artinya menyadari segala hal yang ada di dalam diri, sehingga manusia dapat melewati setiap permasalahan di dalam hidup tanpa keputusasaan dan penderitaan.
Persepsi yang salah tersebut bisa berawal dari ketidaktahuan. Ketidaktahuan akan menjadi sesuatu hal yang positif apabila kita menyadarinya sebagai sebuah ketidaktahuan. Namun, ketidaktahuan akan menjadi sesuatu hal yang negatif apabila kita tidak pernah menyadarinya, dan justru merasa selalu tahu dan merasa selalu benar.
Di dalam salah satu karya dialognya, Plato, filsuf Yunani Kuno, menegaskan dengan jelas, bahwa ketidaktahuan (bisa juga dibaca sebagai kesalahpahaman) merupakan akar dari setiap permasalahan di atas bumi ini.
Filsuf eksistensialis Prancis, Albert Camus, juga menegaskan, bahwa kesalahpahaman mendorong seseorang bertindak salah, walaupun niat hatinya baik.Â
Buddhisme sejak 2500 tahun yang lalu juga sudah menegaskan, bahwa kesalahpahaman tentang seluruh kenyataan, termasuk tentang diri kita, adalah akar dari semua penderitaan hidup manusia.Â
Socrates, salah satu tokoh terpenting di dalam Filsafat Yunani Kuno, juga terkenal dengan ungkapannya "Orang yang paling bijak adalah orang yang sadar, bahwa dirinya tak tahu apa-apa". Kesalahpahaman ini pun lalu diungkapkan dengan berbagai cara.
Di dalam Buddhisme, ia disebut sebagai delusi. Di dalam filsafat, ia dikenal sebagai kesalahan berpikir.