Perkembangan Hak Asasi Manusia acap kali dimulai dari gerakan historis, yang biasanya dikampanyekan melalui jargon seperti; Human Rights, droits de l'homme, derrechos humanos, Menschenrechte, "hak-hak manusia", yang secara harfiah menurut Jack Donelly, berarti hak-hak yang dimiliki seseorang karena ia manusia (Jack Donnely, 2004: XII-XXVI).
Isu lingkungan hidup di dalam perkembangan HAM secara ringkas dapat ditinjau berdasarkan empat generasi. Generasi pertama mengusung isu pemikiran HAM pada ranah hukum dan politik, dengan demikian generasi ini sama sekali belum memikirkan lingkungan hidup. Generasi kedua, isu HAM meluas terhadap tuntutan hak-hak sosial ekonomi dan budaya, yang melahirkan dua covenant yaitu International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights.Â
Mengenai lingkungan generasi ini tampaknya masih sealur dengan generasi pertama. Pada generasi ketiga, terjadi gabungan isu gerakan antara generasi pertama dan kedua terkait dengan hak-hak ekonomi, sosial, politik, budaya dan hukum yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan (The Rights of Development).
Implementasi isu generasi ketiga ini menekankan pada program pembangunan (yang saat itu juga menjadi jargon pemerintah Orde Baru) namun pelaksanaan program tersebut berdampak dengan terabainya hak-hak sosial lainnya. Terabainya hak tersebut di tandai dengan lahirnya aliran-aliran pemikir lingkungan yang memiliki cara pandang yang langsung bersinggungan. Aliran pertama dikenal dengan aliran fasis lingkungan (eco-facism) yang memperjuangkan kepentingan lingkungan dan aliran kedua disebut eco-development yaitu aliran yang mendayagunakan lingkungan demi keuntungan (Ton Dietz, "Entitlements to Natural Resources: Contours of Political Environmental Geography", 1995).
Pada generasi ketiga ini isu lingkungan dihadapkan kepada motif pembangunan yang beorientasi keuntungan. Â Sementara generasi keempat, membawa isu yang mengkritisi dominasi peranan negara dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif seperti melalaikan kesejahteraan rahyat. Gambaran dasar pada generasi ini memperlihatkan gesekan yang kuat antara aliran eco--facism yang dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan eco-- development yang diaktori oleh pemodal bersama pemerintah.
B. Isu Lingkungan Hidup dalam Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Mendesaknya kepedulian perlindungan terhadap HAM, membuat MPR mengeluarkan TAP No: XVII/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang Hak-Hak Asasi Manusia (HAM). Maksud Ketetapan tersebut ditegaskan dalam Pasal 1 yaitu, "menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat."Â
Ketetapan MPR ini sebagai dasar yuridis pembentukan UU HAM No. 39 Tahun 1999, yang kemudian mengarah untuk perlu adanya pengakuan konstitusional HAM atas lingkungan hidup. Ketentuan mengenai hak atas lingkungan hidup secara lengkap dapat dibaca pada Pasal 9 ayat (3) UU HAM No. 39 Tahun 1999. Selanjutnya dalam Pasal 9 sampai Pasal 66 UU itu ditentukan jenis hak-hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi oleh Negara meliputi:
Hak untuk hidup (Pasal 9); Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10); Hak mengembangkan diri (Pasal 11 sampai 16); Hak memperoleh keadilan (Pasal 17-19); Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20 -27); Hak atas rasa aman (Pasal 28 -- 35); Hak atas kesejahteraan (Pasal 36 -- 42); Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43 -- 44); Hak wanita (Pasal 45 -- 51) dan Hak anak (Pasal 52 -- 66).
Secara gramatikal tafsiran atas text pasal-pasal di atas sekiranya relevan dengan lingkungan hidup karena pengertian lingkungan secara bahasa diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, hak atas lingkungan hidup mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hak-hak lainnya.
C. Menilik Mekanisme Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Di dalam praktek, sengketa-sengketa lingkungan dapat diselesaikan di luar Pengadilan dan atau melalui Pengadilan (court system). Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan yaitu sengketa hukum administratif; sengketa hukum perdata; sengketa hukum pidana dan sengketa hukum internasional.Â