Mohon tunggu...
Hamdan Hamado
Hamdan Hamado Mohon Tunggu... Buruh - Pelajar

Pemuda Biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prasasti Kuno "Ata Jawa" di Desa Lewo Raja Kecamatan Wulandoni, Lembata, NTT

4 Maret 2018   16:33 Diperbarui: 4 Maret 2018   16:50 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 1. Desa Lewo raja. Bekas Lokasi Kerajaan Labala (Sumber: Google Maps)

Lewo raja adalah nama salah satu desa yang terdapat di kecamatan Wulandoni, kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Kata Lewo Raja berasal dari bahasa daerah lamaholot. Lewo berarti kampong dan Raja berarti Raja atau pemimpin sebuah kerajaan. Jadi kata Lewo Raja berarti " Kampung Raja" atau "Kampungnya Raja". Saat ini desa  tersebut dikenal dengan nama Lewo Raja atau juga bisa disebut dengan desa Labala.

Desa Lewo raja atau Labala dikatakan sebagai kampung raja karena pada masa kajayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara, desa tersebut juga merupakan sebuah kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Labala. Kerajaan tersebut mengusai 18 kampung di pulau Lembata, antara lain, Desa Lusilame, Nuba Haeraka, Atakore, Lerek, Alap Atadei, Leba Ata, Atalojo, Atakore, Karangora. Kampung-kampung ini sekarang tersebar di dua kecamatan yakni, kecamatan Atadei dan kecamatan Wulandoni.

Menurut cerita tutur tokoh masyarakat setempat bahwa pada masa kejayaannya, kerajaan Labala telah menjalin hubungan kerja sama dengan kerajaan Majapahit yang pada masa itu merupakan salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat luas. Hal ini terbukti dengan adannya sebuah prasasti Ata Jawa yang hingga saat ini masih disimpan di rumah adat kediaman raja Baha Mayeli. Dalam bahasa Lamholot atau bahasa daerah masyarakat desa Lewo raja dan Luki pantai harapan Ata Jawa yang berarti "Orang Jawa".

Karena prasasti Ata Jawaini merupakan salah satu benda peninggalan budaya masa lalu dari kerajaan Labala maka pembahasan dalam tulisan ini akan terfokus pada identifikasi aspek-aspek penting pada prasasti kuno Ata Jawayang telah disebutkan diatas. Prasasti Ata jawa terbuat dari kayu berbentuk segi empat dengan ukuran panjang -+ 30 cm dan ukuran lebar -+ 30 cm. 

Pada bagian tengah kayu terdapat juga tonjolan berbentuk bulat yang juga berasal dari kayu dan memiliki ukiran-ukiran motif hias berupa floral yang di pahat hampir disetiap sisi prasasti tersebut. Selain motif hias, pada prasasti tersebut juga terdapat tulisan-tulisan huruf jawa kuno yang pahat pada bagian lingkaran menonjol ditengah prasati tersebut. Prasati tersebut disimpan didalam sebuah kotak kayu polos yang juga berbentuk segi empat.

Foto 2. Prasasti Ata Jawa di perlihatkan oleh bapak Samsudin Mayeli anak dari bapak Raja Baha Mayeli. (Dok. Ata Labala, 2016)
Foto 2. Prasasti Ata Jawa di perlihatkan oleh bapak Samsudin Mayeli anak dari bapak Raja Baha Mayeli. (Dok. Ata Labala, 2016)
Prasasti Ata Jawa merupakan salah satu artefak peningglan budaya tertua pada masa kerajaan Labala di desa Lewo raja,kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. 

Meski pada era modern ini kerajaan Labala sudah tidak lagi terlihat atau dapat juga dikatakan secara keseluruhannya sudah tidak lagi tampak, akan tetapi sisa-sisa peninggalan kerajaan berupa artefak-artefak budaya yang sangat penting masih ditemukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat desa Lewo raja. Benda-benda peningalan tersebut sampai saat ini masih tersimpan rapi, dijaga dan dirawat dengan baik oleh masyarakat desa Lewo raja pada umumnya dan anak keturunan raja-raja kerajaan Labala secara khusus.

Hal ini dikarenakan benda-benda peninggalan tersebut, bagi masyarakat setempat merupakan benda-benda yang meiliki nilai yang sangat berharga dan tinggi. 

Dalam kaitannya dengan prasasti Ata Jawa, nilai historis yang dimiliki pun sangatlah tinggi dan berharga. Berdasarkan cerita tutur para sesepuh dan tokoh adat masyarakat desa Lewo raja, prasasti Ata Jawa merupakan jelmaan dari salah seorang putri raja kerajaan Majapahit yang lari dari kerajaan Majapahit akibat tidak mau dijodohkan dengan seorang pangeran di kerajaan Majapahit tersebut.

Foto 3. Bentuk ragam hias pada bagian atas parasasti Ata Jawa (Sumber:
Foto 3. Bentuk ragam hias pada bagian atas parasasti Ata Jawa (Sumber:
Dalam pelarian itu sang putri kemudian menyebrangi lautan Jawa menuju ke Pulau Flores utuk menemui kekasihnya yang merupakan salah seorang pangeran yang berasal dari kerajaan Labala. Dalam perjalanan tersebut sang putri kemudian berubah wujud menjadi papan kayu akibat terkena kutukan dari ayahnya yang merupakan raja di kerajaan Majapahit. 

Dengan wujud papan kayu tersebut, sang putri pun terombang ambing terbawa arus samudra dan kemudian terdampar di pantai kerajaan Labala. Pada saat terdampar, papan kayu tersebut ditemukan oleh salah seorang nelayan dari desa pedalaman gunung Ado Wajo yang sedang mencari siput atau kerang laut. 

Pada saat ditemukan tersebut, sang nelayan mendengar suara seorang putri yang sedang bersyair yang mana suara tersebut berasal dari papan kayu tersebut. Isi syair dari sang putri tersebut menceritakan tentang dirinya, bahwa dia adalah seorang putri yang berasal dari Pulau Jawa dan datang ke sini untuk mencari raja Labala. Setelah mendengar syair tersebut, maka sang nelayan pun membawa papan kayu tersebut dan diserahkan kepada raja Labala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun