Mohon tunggu...
Hamdan Hamado
Hamdan Hamado Mohon Tunggu... Buruh - Pelajar

Pemuda Biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguak Misteri Gua Kumapo

22 Februari 2018   04:58 Diperbarui: 22 Februari 2018   05:25 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Foto Kondisi Gua Kumapo (Sumber: Dokumentasi Tim, 2018)

Ketika matahari mulai condong ke ufuk barat kota Kendari, saya dan tujuh orang kawan saya sedang berkumpul dan sedang mempersiapkan diri untuk melakukan sebuah perjalanan. Perjalanan yang hendak dilakukan kali ini tertuju ke sebuah desa yang berada di kecamatan Wolasi kabupaten Konawe yang secara geografis berada di sisi selatan kota Kendari. 

Desa Wolasi namanya. Sebuah desa yang juga menjadi pusat ibukota di kecamatan tersebut. Jarak dari kota Kendari ke desa Wolasi tersebut  -+ 32 kilometer dengan waktu tempuh jika menggunakan kendaran roda empat memakan waktu -+46 menit. Akses jalan menuju desa wolasi juga cukup bagus yakni jalan beraspal dan yang berkelok-kelok serta pendakian yang tidak terlalu tinggi. 

Waktu menunjukan pukul 18.00 kami pun berangkat menuju ke lokasi tujuan dengan menggunakan sepeda motor. Sepanjang perjalanan kami diguyur hujan yang cukup deras sehingga membuat kami beberapa kali harus berhenti dan beristirahat di  pondok-pondok kecil milik warga yang dibangun dipingiran jalan raya. 

Sebenarnya tujuan dari perjalanan kami adalah untuk mengunjungi sekaligus melakukan perekaman data terhadap sebuah situs arkeologis yang terdapat di desa Wolasi tersebut. Ketika tiba di Wolasi, kami bermalam dan menginap di rumah salah seorang teman kami yang memang berasal dari desa tersebut. 

Keesokan harinya, kami kemudian bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju situs arkeologis yang menjadi lokasi utama tujuan kedatangan kami di desa tersebut. Dengan berbekal air minum dan makanan ringan seadanya, tepat pukul 08.25 kami mulai bertolak dari rumah dan menuju ke situs tersebut. Situs tersebut berada dipuncak sebuah bukit yang berjarak cukup jauh dari jalan poros atau jalan raya desa Wolasi. Akses jalan menuju ke situs tersebut bisa dibilang cukup rumit karena harus melewati jalan yang berlumpur dan pendakian yang cukup tinggi. 

Selain berlumpur dan mendaki, kami juga harus melewati aliran sungai yang cukup lebar dan dalam, sehingga salah satu teman saya terpaksa harus mendorong motornya sampai keluar dari sungai akibat busi motornya terendam air sungai sehingga motor tersebut mogok di tengah-tengah sungai. Kejadian tersebut terasa sangat lucu yang kemudian membuat suasana menjadi gaduh akibat gelak tawa semua teman-teman saya yang lainnya. 

Meski kejadian itu terasa lucu dan membuat gelak tawa yang gaduh, kami tetap saja membantu teman yang mengalami musibah ringan tersebut. Setelah sampai di pinggir sungai, kami pun turut membantu membersihkan dan mengerikan busi motor tersebut. Karena teman saya dan disemua motor yang lain tidak memiliki potongan kain yang bisa digunakan untuk membersihkan busi motor tersebut maka dengan terpaksa baju kaos yang saya kenakan pada hari itu difungsikan untuk membersihkan dan mengelap busi motor tersebut sampai kering. 

Satu-satunya alasan teman-teman saya memaksa saya untuk menggunakan baju kaos saya sebagai kain untuk membersihkan busi motor tersebut adalah karena hanya saya satu-satunya dalam rombongan ini yang mengenakan baju kaos berwarna hitam. Sungguh sebuah alasan yang tidak bisa dicerna nalar dan logika. 

Memangnya busi motor yang basah hanya bisa dikeringkan dengan kain yang berwarna hitam ? Tidak kan. Itulah kenapa saya katakan bahwa alasan mereka meminta saya untuk menggunakan baju kaos saya sebagai kain untuk membersihkan busi motor adalah salah satu alasan yang tidak dapat dicerna nalar dan logika.

Setelah permasalahan yang ditimbulkan oleh kerjasama antara motor dan sungai dibereskan, saya pun kembali mengenakan baju kaos saya dan kami pun melanjutkan perjalan menuju ke lokasi situs dengan kondisi jalur  dan medan yang masih sama yakni jalannya berlumpur dan pendakian yang cukup tinggi tanpa ada sungai lagi yang dilewati.

 Setelah perjuangan yang cukup keras, kami pun tiba di sekitar lokasi situs tapi masih di sekitaar jalur jalan yang kami lalui. Kami pun kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi situs yang sebenarnya dengan berjalan kaki, setelah mtor yang kami gunakan diparkir di dalam kebun atau ladang milik warga yang berada disekitaran lokasi situs tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun