Mohon tunggu...
Hamdan Hafizh
Hamdan Hafizh Mohon Tunggu... -

Everyday is praying. Everyday is listening. Everyday is reading. Everyday is writing.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dialog Kebangsaan UNY (Masih) Menjadi Hal Tabu

31 Maret 2014   06:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

29/3) Sabtu yang lalu di Universitas Negeri Yogyakarta terekam peristiwa euforia ganda. Euforia ganda yang dimaksud adalah euforia antara dua pihak yang berada di pusaran perbedaan persepsi. Tidak hanya persepsi akan tetapi juga memunculkan tanda-tanda bahwa pada dasarnya, saya dan Anda (kita, mahasiswa) sedang proses belajar. Antara demonstrasi penolakan Dialog Kebangsaan dan perhelatan akademis menyimak gagasan perwakilan partai politik yang dituding sebagai agenda politik praktis.

Belajar menurut ilmuwan pendidikan adalah mentransformasi ketidaktahuan menjadi tahu. Ya, saya secara pribadi mengatakan itu sangat perlu dimafhumi. Mengetahui sesuatu adalah proses berpindah dari ketidaktahuan. Pernyataan tersebut saya teladani dan bersama teman-teman saya (di BEM KM UNY) menafsirkan proses belajar dalam bentuk penyelenggaraan Dialog Kebangsaan (DK) yang mengundang perwakilan keduabelas partai politik untuk sampaikan gagasan tentang pendidikan. Mengapa pendidikan? Sebab pendidikan (yang relevan bagi institusi pendidikan serupa UNY) terkadang menjadi hal yang sangat arang dan bahkan dilupakan begitu saja dalam perhelatan pemilihan anggota legislatif. Alhasil, kita sering terlena dan lazimnya baru gelisah, tentu penuh kekhawatiran. Resah sana-sini setelah isu-isu pendidikan telah berubah jadi kebijakan. Basi!

Berangkat dari sini, mengapa pula manusia-manusia bakal penduduk kursi DPR ini perlu diundang. Ada yang menyampaikan pendapat. “Lebih baik undang pakar, bicarakan penilaian-penilaian tentang calon anggota legislatif..”, tukas seorang kawan. Dalam perspektif ini, bicara jualan kegiatan akan berbanding lurus dengan luaran (output). Kendati, secara jujur saya sangat mengagumi analogi “Memilih Krupuk yang Baik”, orientasi yang dibangun adalah bagaimana memilah-milah calon anggota legislatif yang baik. Ini sangat bisa. Akan berbeda jika kita “menanyakan” gagasan alias mengetahui secara langsung bagaimana si tukang krupuk membuat krupuknya. Maksudnya, kita akan tahu jelas proses pembuatan krupuk dari si pembuatnya, kalau bisa kita tantang ia bicara jujur dalam mengolah dan menggunakan bahan-bahannya.

Seorang pakar, pengamat atau semacamnya, ia hanya bertindak mengomentari dan yang paling penting di akhir juga mengarahkan. Proses pengarahan ini tentu ia pun akan berkecenderungan membuat parameter. Parameter yang disinyalir pula akan mengarah pada calon-calon anggota legislatif tertentu. Apalagi profesionalitas itu hanya kemasan, padahal ia punya latar belakang politik pula.

Nah, pertimbangan ini yang digunakan agar kita, mahasiswa paham dengan perlunya menghemat energi. Soalnya, jika kita menjual kegiatan mengundang pakar, logikanya kita pasti perlu mencari informasi lagi. Memilah-milah lagi, belum-belum prosesnya akan lama, timbang sana timbang sini. Lebih baik langsung kita sikat “mereka” para caleg untuk buatkan gagasan terbaiknya bagi pendidikan. Bahasa sederhananya agar kita, para mahasiswa tidak memilih kucing dalam karung (ini pernyataan KPK yang sering saya baca artikelnya pada pemilu 2014 ini).

Datanglah Teman Kami, Aliansi

Ternyata, kegiatan ini mendapat sorotan publik segelintir mahasiswa UNY. Persis saat poster ini terpublikasi dalam akun facebook resmi BEM KM UNY. Ada bermacam tanggapan, yang mayoritas mengatakan penolakannya pada DK. Hati-hati parpol masuk kampus, katanya. “Kampus jangan dijual!”, teriaknya. Namun, sebelumnya teman-teman kami yang mengklaim sebagai Aliansi Ormawa FIS mendatangi rumah kami di Student Center. Saya, tidak mengerti persis apa yang disampaikan pada kundak (kunjungan mendadak) teman-teman kami ini. Konon sudah dua kali beraudiensi (tanpa kehadiran saya).

Teman kami mensinyalir adanya pelanggaran aturan hukum: Peraturan KPU (PKPU) poin 29, PKPU no. 8 tahun 2012 pasal 86 ayat 1 huruf h, SK Dikti no. 26/DIKTI/KEP/2002. Teman kami mengatakan akan adanya indikasi kampanye dalam DK, dalam alasan apapun dan menuding akan muncul politik praktis.

Teman kami menyampaikan tentang definisi kampanye yang termaktub di PKPU poin 29, “Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu”. Dilanjutkan dengan PKPU no. 8 thn 2012 pasal 86 ayat 1 h bahwa “pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”. SK Dikti no. 26/DIKTI/KEP/2002 tentang pelarangan aktivitas politik dan pembukaan sekretariat dan perwakilan organisasi ekstra kampus dan partai politik.

Kunjungan Kesekian Kali ke Bawaslu DIY, 27 Maret 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun