Mohon tunggu...
Hamdan Budiman
Hamdan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di Lhok Pawoh, Kecamatan Manggeng, Aceh Barat Daya, Lulusan Unsyiah jurusan Bahasa dan Seni, Jurnalis, aktivis LSM, dan Aktivis Partai Politik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Man Kopek

9 November 2014   03:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat pukul 00.00 WIB, satu dua orang warga keluar rumah dengan harap-harap cemas, ketakutan membuat sangat was-was. Perintah menguburkan mayat Man Kopek, membuat mereka sangat terpaksa.

“Kita harus melaksanakan fardhu Kifayah malam ini juga, sebab besok hari raya”  Kata Keucik dari pengeras suara Mushalla. Diawasi oleh orang-orang bersenjata Man Kopek diantar ke liang lahat malam naas itu juga !

Kopek atau Man Kopek  hanya nama sandi, setelah dia bergabung dengan gerakan bersenjata, nama aslinnya Banta Sulaiman. Dia minta izin untuk menjenguk anaknya. Ia sangat rindu anak-anaknya. Ia berjanji, hanya satu malam saja, ya hanya satu malam ulangnya.  “Uroe get, buleun get, leupek mak peuget, han teume rasa”, kelakarnya.

Padahal keadaan sangat gawat, penyergapan di mana-mana, jalan – jalan tikus yang biasanya digunakan menyuplai infomasi dan makanan semua dijaga. Minggu lalu, markas utama di Uteun Kaye Lee Bak, dibombardir dengan pesawat tempur, tapi sasarannya meleset.

Man Kopek dan kawan-kawan anggota gerakan, hanya menyaksikan manuver-manuver pesawat jenis Sukhoi yang baru dibeli dari Rusia itu, sambil menutup rapat-rapat telinga, karena dentuman keras menggelegar seperti suara petir menyambar.

“Kalua saya selamat, akan membawa makanan ke markas”, katanya terakhir kali sebelum menyusuri jalur lintas Lhok Batee Intan yang terjar berbatu, tebing gunung curam, dan berliku-liku.

“Senjata tidak boleh dibawa”,  kata komandannya.

“Kalau mau bawa senjata, tunggu saja beberapa hari lagi, ketika kita sudah memiliki informasi yang cukup”, tandas Pangliama Beurahim padanya.

Man Kopek sempat kecut juga, walaupun sebenarnya ia tergolong pemberani, ketika tiba-tiba  pertempuran Paya Laot dua bulan lalu kembali melintas dalam ingatannya. Waktu itu ia hanya bertugas memegang radio, tetapi tiba-tiba ia harus mengokang dua senja sekaligus, untuk melepaskan diri dari sergapan sambil memopong temannya yang terluka.

Ia teringat penyergapan Panton Makmu, usai makan kenduri di rumah Panglima Sagoe Teungku Lhok Pawoh, sore itu. Pertarungan sangat tak berimbang, tujuh orang kawanya meninggal dunia dan tiga pucuk senjata, jenis AK 47 hilang pada siang itu.

Begitu juga kontak senjata Padang Raya Bruek yang menewaskan Yong Beutong dan tiga temannya. “Tapi pertempuran terakhir itu, bak laga film action, pihak lawan juga banyak jatuh korban, na perlawanan”, gumamnya dalam hati, miskipun lirih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun