Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Kesetiaan pada Martabak P.Ronggo Lawe

28 November 2024   12:22 Diperbarui: 28 November 2024   18:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Martabak dari sudut pandang berbeda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Terkadang saya merenungkan akan segala kehidupan yang telah berlalu. Banyak kenalan yang datang dan pergi. Orang tua juga sudah berpulang. Yang tersisa dari mereka yang sudah berlalu adalah kenangan.

Tidak ada yang abadi di dunia ini. Di balik suka, ada duka. Selalu seperti itu. 

Dan, setelah bertahun-tahun, ada yang tetap bertahan, meskipun zaman semakin menggeliat menunjukkan berbagai macam pilihan.

Sebagai contoh, makanan. Sekarang sudah sangat variatif sekali pilihan makanan. Dan membeli pun tidak mesti harus offline, namun bisa juga online. Tinggal klik order di aplikasi hape, tidak lama, seorang driver ojol akan mengantarkan pesanan makanan. 

Namun, di balik meluapnya pilihan makanan; kerinduan akan masakan, makanan, kue, atau kudapan di era masa lalu tetap menjadi pilihan. 

Setelah menemani kakak perempuan saya, Julia (nama samaran), mengikuti misa peringatan 40 hari seorang kerabat di kapel pada hari Jumat, 22 November 2024, saya kira kami langsung pulang. Ternyata Julia ingin membeli martabak dan terang bulan di penjual favoritnya.

"Kita beli ya, Ton," kata Julia, "Aku kangen makan martabak dan terang bulannya."

Jam 20.00 WITA. Waktu Julia menelepon sang penjual, sang penjual menginformasikan kalau orderan bisa diambil satu jam lagi.

Wah, satu jam lagi!

Julia kaget. Saya pun kaget. Apakah yang membeli sangat membludak?

Yah, penjual martabak dan terang bulan P.Ronggo Lawe adalah penjual andalan Julia sejak pertama kali menjejakkan kaki di Samarinda.

"Waktu aku di Samarinda tahun 1991, bapak itu udah jualan di Sutomo. Kayaknya sebelumnya sudah jualan. Entah mulai kapan," kata Julia selama kami dalam perjalanan ke penjual martabak tersebut.

Kalau saya kalkulasi, dari tahun 1991 sampai 2024 ini, maka bapak penjual tersebut sudah berprofesi sebagai penjual martabak dan terang bulan selama 33 tahun atau lebih dari itu!

Wow!

Saya takjub dengan kegigihan dan semangat bapak tersebut dalam berjualan. Di saat kebanyakan penjual makanan yang terpaksa memilih gulung tikar karena sepi pembeli, beliau masih berjaya dalam berjualan, meskipun usia sudah tak muda lagi.

Saya angkat jempol kepada penjual martabak dan terang bulan yang satu ini. 

Demi menikmati martabak dan terang bulan idaman, satu jam penantian tidak menjadi masalah.

Kami sempat mengisi tangki bensin sepeda motor, karena kebetulan sepeda motor Julia memang memerlukan "asupan" bensin karena tangki sudah mulai kosong. Tapi tetap saja, kami datang terlalu cepat.

Tak apa. Saya tidak keberatan menunggu, karena bagi saya; melihat bapak, ibu, dan anak penjual martabak dan terang bulan ini sangatlah menarik. Bagaimana mereka meracik bahan, sampai mengolahnya menjadi makanan menjadi "hiburan" yang menarik. Menjadikan pembeli dan pelanggan betah meskipun menunggu lama, karena "mengolah" bahan menjadi kudapan yang sedap adalah seni tersendiri.

Bagi saya pribadi, itu adalah kemewahan yang tidak bisa dibandingkan dengan makan di restoran dimana kebanyakan pelanggan tidak bisa melihat koki beraksi karena dapur tidak "terbuka" bagi pengunjung.

Dengan adanya aksi keren dari pak penjual martabak dan terang bulan, terdapat edukasi di situ, bahwa ada proses yang harus ditempuh demi menghasilkan makanan yang enak dan bergizi.

Foto beberapa martabak dalam proses pengerjaan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto beberapa martabak dalam proses pengerjaan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto bapak dan ibu penjual di rombong (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto bapak dan ibu penjual di rombong (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Nilai-nilai moral yang mereka ajarkan

Seperti yang pernah saya tulis di artikel-artikel sebelumnya, setiap insan mempunyai nilai-nilai yang unik dan kemungkinan sangat menginspirasi bagi kita, terutama yang berada dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja.

Saya menyimpulkan ada 5 (lima) nilai moral yang mereka ajarkan, meskipun mungkin mereka tidak menyadarinya.

Lima nilai moral tersebut adalah:

1. Sabar merintis

Foto R dan istri sedang sibuk melayani pembeli (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto R dan istri sedang sibuk melayani pembeli (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tidak mudah untuk merintis usaha. Tentu saja, sebagai pengusaha baru, tidak banyak orang yang tahu akan usaha yang baru dimulai. Dan yang terlebih lagi menjadi nilai minus adalah belum punya nama yang tepercaya.

Saat itu, di tahun 1990-an, ada banyak penjual martabak dan terang bulan di Samarinda. Tentu saja, pasti ada persaingan "berdarah-darah" dalam artian dari segi rasa, pelayanan, dan juga harga. 

Kalau tidak sabar, pasti juga menutup usaha dan beralih ke usaha lain yang masih belum banyak saingan.

Tapi syukurlah R (saya tidak tahu nama bapak tersebut. Karena nama martabaknya adalah Ronggo Lawe, jadi kita namakan bapak penjual martabak sebagai R) terus berjualan sampai saat ini. Malah sejak 1991 sampai 2024 kini tidak terlihat penurunan pembeli. Pembeli tetap banyak dan sabar mengantre demi mendapatkan martabak dan terang bulan hasil karya R dan keluarga.

Kesabaran berusaha seperti ini yang semakin mahal di zaman yang serba bergegas di era teknologi informasi yang menuntut kecepatan. 

Ingin cepat kaya, tapi melupakan proses panjang yang nyata di hadapan mata.

R menunjukkan kesabaran yang berbuah manis dalam berusaha.

2. Tetap menjaga kualitas isi dan rasa

Foto Sang anak laki-laki yang spesialis di bidang terang bulan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Sang anak laki-laki yang spesialis di bidang terang bulan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ini yang susah.

Terkadang karena faktor harga bahan yang menaik, ada pengurangan kuantitas bahan martabak dan terang bulan yang berimbas kepada kualitas isi dan rasa. Sudah jamak terjadi seperti itu.

Secara pribadi, saya tidak tahu apakah R melakukan hal itu, namun sejauh yang saya rasakan pada martabak dan terang bulan buatan R dan keluarga, tidak ada penurunan kualitas. Tetap padat berisi dan penemuan rasa yang sama.

Memang sulit menjaga kualitas di saat harga bahan naik seiring berjalannya waktu. Tapi R tetap menjaga kualitas isi dan rasa martabak serta terang bulan olahannya. 

Mungkin dia memegang filosofi "Menjaga kualitas isi dan rasa lebih mudah daripada menjaga kepercayaan pelanggan". Kalau pelanggan sudah tidak percaya, seenak apa pun makanan, tidak akan laku terjual. 

3. Konsisten dalam berusaha

Foto Fokus lebih dekat di balik rombong (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Fokus lebih dekat di balik rombong (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Konsistensi saat kondisi berada dalam turbulensi memang tidak mudah. Apalagi saat pandemi Covid-19 melanda. 

Di saat sukar seperti saat itu, setiap insan mengalami dilema. Apakah tetap bertahan?

Banyak yang memilih alih usaha daripada bangkrut menderita. Ada lagi yang tetap bertahan dalam bisnis.

R mungkin termasuk pebisnis yang tetap bertahan meskipun di tengah krisis. Walaupun bergelut di bidang kuliner yang terbilang bisnis "evergreen", tetap saja, kalau yang membeli tak seberapa banyak, bukan untung yang diraih, tapi buntung. 

Di sinilah mental dan semangat juang berperan. 

Mungkin setelah bertahun-tahun merintis bisnis dan berhasil, adanya kesusahan seperti covid-19 tidak menyurutkan niat berusahanya berjualan martabak dan terang bulan, bahkan lebih meyakinkan R untuk terus berjualan, karena mungkin dia berpikir cuma berjualan martabak dan terang bulan yang dia bisa; dan dia tetap percaya akan kelanggengan bisnisnya di segala badai kehidupan.

Dia sudah membuktikan kalau dia bisa membesarkan bisnisnya dalam proses panjang, dan kemungkinan dia juga percaya kalau dia akan bisa mempertahankan bisnisnya selama hayat masih dikandung badan.

4. Beradaptasi dengan perubahan
Foto Martabak saat pagi hari (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Martabak saat pagi hari (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. 

Mengeluh tidak akan menghasilkan apa-apa. Malahan perubahan harus disyukuri sebagai tantangan menuju masa depan yang lebih baik.

Sebagai generasi zaman old, pada awalnya saya melihat teknologi sebagai "hambatan". Sedari kecil sampai remaja, teknologi internet dan kawan-kawan belum menjadi "wabah" dalam kehidupan saya.

Kalau di hidup saya sewaktu remaja dan dewasa saja belum ada internet dkk, apalagi di masa muda R.

Tapi apakah R tidak mau mengakui keberadaan perubahan teknologi?

Ternyata alih-alih abai dengan teknologi, R memanfaatkan teknologi sebagai penunjang bisnisnya. Mungkin R mengakui diri dan istri tidak tahu-menahu tentang teknologi, tapi berbeda dengan anak-anak mereka. Mereka adalah generasi Z dan setelahnya yang menikmati teknologi informasi sejak usia dini.

Beradaptasi dengan perubahan. Itulah yang R lakukan. Anaknya, sebut saja W, membantu R dalam melayani pemesanan lewat telepon, pesan WhatsApp (WA), pemesanan lewat gofood atau grabfood, sampai pembayaran lewat nontunai.

Dengan begitu, R memfasilitasi para pelanggan dengan kemudahan pemesanan. Bisa offline, bisa online. Bisa membayar secara tunai, bisa juga dengan cara nontunai.

Dengan berbagai kemudahan ini, keunggulan R menjadi bertambah. Manual berpadu dengan digital. Rasa makanan sudah tidak diragukan lagi.

Semua itu terjadi berkat R beradaptasi dengan perubahan.

5. Ramah dan mau "kurang-lebih" pada pelanggan
Foto Terang Bulan di pagi yang cerah (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Terang Bulan di pagi yang cerah (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Siapa yang tak suka tayangan senyum di wajah seseorang?

Kecenderungan asumsi kebanyakan kita kalau melihat senyuman di wajah seseorang adalah orang tersebut ramah. Dan imbasnya, percakapan bisa terjadi.

Akibat lebih jauhnya, keakraban terjalin. Mengenal nama pelanggan menjadi koentji kalau pelanggan penting bagi R dan keluarga. Bukan sebatas sebagai pelanggan, bahkan lebih dari itu. Seakan juga menjadi bagian dari keluarga.

Julia sudah lama menjadi pelanggan setia. Mulai dari sewaktu indekos di area itu saat masih belum menikah sampai menikah dan punya anak, Julia tetap dengan pilihan martabak dan terang bulan R. Pernah mencoba martabak dan terang bulan di penjual lain, namun tetap rasa dan kualitas tidak bisa menipu lidah. "Lebih enak dan bagus bahannya di bapak ini," kata Julia beralasan.

Keramahan R dan istri dalam berjualan menjadi perekat bagi pelanggan sehingga pelanggan merasa betah membeli martabak dan terang bulan buatan mereka dan tidak beralih ke penjual yang lain.

Ditambah lagi dengan mau "kurang-lebih" pada pelanggan. Julia memesan dua terang bulan dengan topping ketan hitam. Tertera di daftar harga, harga satu terang bulan dengan topping ketan hitam adalah 15.000 rupiah. Berarti kalau dua, Julia harus membayar 30.000 rupiah.

Foto Daftar Harga Terang Bulan dan Martabak (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Daftar Harga Terang Bulan dan Martabak (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto Terang Bulan yang Masih dalam Proses Pembuatan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Terang Bulan yang Masih dalam Proses Pembuatan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tapi memang Julia menginginkan bahan pembuat terang bulan tidak seperti biasanya, yaitu tidak memakai susu kental manis dan gula. Jadi cuma bahan pembuat terang bulan secara umum dan ketan hitam.

Tapi waktu membayar, selain dua martabak yang seperti biasa, tanpa "pesanan khusus" yaitu 70 ribu untuk dua martabak (Julia memilih yang harga 35 ribu untuk satu martabak); untuk dua terang bulan dengan topping ketan hitam yang seharusnya 30 ribu, istri R cuma meminta 20 ribu.

"Soalnya Mbak tidak pakai susu dan gula. Jadi 20 aja," jawab istri R sewaktu Julia menanyakan.

Total yang seharusnya 100 ribu, Julia hanya mengeluarkan biaya 90 ribu. "Diskon" 10 ribu.

Ada beberapa penjual yang tetap mematok harga yang sama meskipun ada permintaan khusus dari pelanggan atau pembeli untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan penggunaan bahan-bahan tertentu seperti susu kental manis dan gula. Tapi R dan keluarga adalah pengecualian. 

Pelanggan dan pembeli pun merasa dihargai dan dihormati. 

Menghargai proses

Foto untuk sarapan pagi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto untuk sarapan pagi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Proses. Segala sesuatu membutuhkan waktu.

Foto dari sisi berbeda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto dari sisi berbeda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Begitulah kalau lima nilai moral tadi dirangkum dalam satu kesimpulan. Jatuh bangun adalah hal yang lumrah dalam kehidupan. Setiap insan harus belajar memahami, mengevaluasi, dan kalau jatuh, bangkit dari kegagalan, karena kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.

Foto Martabak yang mengundang selera makan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Martabak yang mengundang selera makan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Akhir kata, pelanggan menjadi setia pada merek dan produk bukan karena kebetulan, tapi karena ada fondasi yang dibangun di atas dasar kepercayaan dan kualitas, serta penghargaan yang pelanggan dapatkan.

Jadilah penjual yang "mengerti" pembeli. 

Semoga Anda yang menjadi penjual, entah itu jasa atau produk fisik dan produk digital menjadi mengerti akan filosofi yang Anda bangun di bisnis Anda.

Semoga.

Foto Terang Bulan dari atas (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Terang Bulan dari atas (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto Martabak dari sudut pandang berbeda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Martabak dari sudut pandang berbeda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto Terang Bulan tampak samping (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Terang Bulan tampak samping (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto Terang Bulan dengan tiga irisan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Terang Bulan dengan tiga irisan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Foto Terang Bulan dengan dua irisan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto Terang Bulan dengan dua irisan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun