Memang sekarang sudah zaman kekinian. Perpustakaan bukan hanya sekadar gudang buku belaka, tapi juga menawarkan hal yang berbeda. Kemajuan teknologi informasi menyebabkan setiap insan harus beradaptasi dengan perubahan.Â
Perpustakaan juga "terpaksa" berubah. Selain menyediakan buku-buku yang siap membantu para pelajar dan mahasiswa dalam menimba ilmu pengetahuan, memfasilitasi warga dengan sarana audio visual menjadi hal yang tidak bisa ditolak lagi.
Ruang multimedia. Ruangan yang berisi beberapa komputer di atas meja menjadi ruangan yang sangat membantu, khususnya bagi pelajar yang mendapat pekerjaan rumah dari guru dan mahasiswa yang mendapat tugas kuliah atau tugas akhir dari dosen.
Pelajar SD, SMP, SMA, dan SMK juga terbantu dengan adanya ruang multimedia ini. Saya melihat beberapa guru sekolah yang membawa peserta didik mereka untuk mengerjakan tugas di ruang multimedia. Yah, guru-guru tersebut yang terbantu. Mungkin karena tidak semua sekolah tersebut mempunyai ruang multimedia, dan sekolah-sekolah tersebut kebetulan tidak jauh dari perpustakaan.
Sedangkan untuk beberapa pelajar dan mahasiswa, mereka "terbantu" karena bisa menyalurkan kegemaran bermain gim daring seperti Roblox dan yang sejenisnya.
Ibaratnya, mengusir kepenatan setelah belajar seharian di sekolah atau malah membolos supaya bisa bermain gim daring di ruang multimedia.
Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul "Di Balik Senyuman Anak", saya menuliskan kenyataan yang anak-anak itu harus hadapi. Di balik senyuman mereka saat bermain gim daring, ada kehidupan nyata di dalam keluarga yang memahitkan. Bermain gim mengalihkan kesakitan itu walau sesaat.
Nah, di tulisan itu, saya hanya sedikit menyinggung tentang kegunaan ruang multimedia, karena saya ingin fokus menitikberatkan pada kegalauan anak-anak di balik topeng senyuman mereka saat bermain gim.
Di tulisan ini, saya ingin mempersoalkan kegunaan ruang multimedia tersebut.Â
Sebenarnya, untuk apa ruang multimedia di perpustakaan? Apa gunanya keberadaan ruang tersebut?