Guru tersebut mendapatkan diri tidak mudah menghadapi para peserta didik dengan berbagai masalah yang sangat kompleks.Â
Sampai sang guru itu menemukan ide meminta para peserta didik menuliskan apa saja, bebas, di buku tulis yang dia berikan pada mereka.
Dia tidak berharap banyak kalau para peserta didik akan menulis di dalam buku-buku tulis tersebut.Â
Ternyata, melebihi ekspektasi, para peserta didik menulis latar belakang, permasalahan, keluhan, keresahan mereka di dalam hidup mereka.
Guru tersebut jadi mengetahui persoalan para muridnya.
Lambat laun buku-buku tersebut menjadi penuh terisi tulisan dan guru itu berinisiatif membukukan tulisan-tulisan para peserta didik dalam sebuah buku.
Penasaran? Tontonlah film "Freedom Writers" untuk mengetahui jalan cerita selengkapnya.Â
Saya mengambil poin yang sangat vital dalam film ini berkaitan dengan "berbicara", berbagi duka dengan orang lain. Bukan lewat lisan, tetapi melalui tulisan.Â
Perkataan secara lisan tidak akan cukup menjabarkan kepedihan hati. Curahan perasaan lewat mulut tidak akan cukup dalam sekali hitungan waktu. Belum lagi, belum tentu ada yang bersedia mendengarkan permasalahan kita.Â
"Aku aja udah pusing mikirin masalahku, eeeh, kamu malah nambahin..."
Atau...