Mungkin begitu pemikiran Anda.Â
Saya tidak takut dibilang gila, karena saya ingin maju. Salah satu dosen saya, S, malah yang menyarankan seperti itu. "No friend, no problem," begitulah katanya kalau kami, para mahasiswa, terkendala dengan ketiadaan lawan bicara yang memang langka, karena lawan bicara dalam berbahasa Inggris memang susah ditemukan di negeri +62.
Kakak-kakak perempuan saya pun menjadi mengerti setelah saya memberitahu tentang tujuan kebiasaan "bicara sendiri" tersebut.
Hasilnya?
Yah, bisa saya katakan lumayan, karena kebisaan saya berbicara dalam bahasa Inggris diakui. Begitu juga dengan kompetensi mengajar saya.
Latih kemampuan berbicara secara mandiri dan terarah. Dengan begitu, saat berbicara secara langsung, meskipun tanpa persiapan, bisa mengalir dengan lancar dan tetap fokus pada inti bahasan, tidak melebar kemana-mana, bahkan tidak mengulang kata-kata yang sama secara terus-menerus.
Pada akhirnya...
Pada akhirnya, cerita akan terus bergulir. Setiap orang mempunyai segudang cerita dan keinginan untuk membagikan senantiasa berkecamuk di dada. Sayangnya, kesempatan berbagi secara lisan tersebut sangatlah minim ditemui.Â
Kalau toh mendapatkan durasi berbagi, waktu tidaklah bersahabat.Â
Sehingga, kompetensi berbicara dan pemilihan kata adalah dua hal penting yang harus menjadi acuan, supaya pemborosan "singkat cerita" tidak terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H