Show off.
Pamer.Â
Mungkin ini agak mengarah ke asumsi setiap pribadi ketika melihat pribadi lain "berceloteh" panjang seakan tiada berakhir. Seakan lidah tak bertulang dan mulut seperti tidak punya rem untuk berhenti berbicara.
Apakah ada orang-orang seperti gambaran itu?
Tentu saja ada, dan kita tak bisa menyalahkan mereka karena hak menyuarakan pendapat diatur oleh undang-undang. Yang jelas, jangan sampai merugikan orang lain dan menebarkan kebohongan yang menyesatkan.
Bagaimana menghindari lubernya penggunaan "singkat cerita"?
Bagi saya pribadi, sudah seharusnya penggunaan berlebih "singkat cerita" diakhiri dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, karena selain mengganggu, juga terkesan hanya "pemanis" yang seakan menandakan penyampaian segera berakhir, tapi pada kenyataannya, masih terus berlanjut.
Menurut saya, demi menghindari lubernya penggunaan "singkat cerita", ada 3 (tiga) cara yang bisa kita tempuh.
1. Biasakan banyak membaca
Sejauh mata memandang, beberapa kenalan yang menggunakan "singkat cerita" secara ugal-ugalan menunjukkan kebiasaan membaca yang sangat rendah.
Dalam hal ini, membaca yang saya maksud tidak terbatas pada membaca buku, tapi juga bisa membaca artikel di media daring atau selebaran-selebaran dan brosur-brosur fisik yang mudah ditemui dalam keseharian.
Yang jelas, dengan banyak membaca, kosakata baru senantiasa bertambah dalam diri dan itu semua menjadi bekal dalam berbicara.Â
Dan dengan membaca, kita dapat melihat berbagai macam tulisan dengan gaya yang berbeda-beda. Otomatis, itu semua memperkaya khazanah pola pikir dalam bercerita.Â