Bersama dalam kerumunan, tapi merasa sendirian.
Inilah yang menjadi keanehan di zaman ini. Berada dalam satu ruangan, tapi masing-masing sibuk dengan smartphonenya. Menggulir layar gawai, mata tak berkedip melihat informasi berita atau video dalam aplikasi, fokus dengan kesendirian.
Akibatnya, terkadang kebanyakan orang tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan yang panjang kali lebar kali tinggi dari orang lain karena terbiasa dengan kecepatan akses internet di gawai.
Memotong saat orang berbicara adalah hal yang lazim dilakukan, entah itu karena tidak setuju, tidak sabar menunggu lawan bicara selesai, atau ingin berbicara juga tanpa ingin mendengarkan pihak lain selesai menuntaskan bicaranya.
Kecenderungan akan keinginan untuk didengarkan adalah "kebutuhan" yang setiap orang ingin penuhi. Bayangkan kalau tidak ada yang mendengarkan. Predikat sebagai makhluk sosial bisa punah karenanya.
Kedua, Momen berbagi secara lisan yang kurang di era kesibukan setiap individu.
Kurang lebih sama dengan alasan pertama. Setiap manusia mempunyai masalahnya sendiri-sendiri. Momen berbagi masalah secara lisan yang bisa dikatakan sangat langka saat ini. Sudah sangat jarang kebanyakan insan memperlihatkan rasa empati kepada insan lainnya yang mempunyai masalah.Â
Bukannya memberikan solusi, malah bersikap antipati, dan parahnya justru menghakimi. Menganggap insan lain lemah, bersalah, mudah menyerah, suka mengeluh, dan lain sebagainya.
Tak heran, ada beberapa orang yang memutuskan mengakhiri hidup, karena merasa sudah putus asa dan tidak melihat ada jalan keluar dari persoalan. Beberapa orang tersebut tidak menemukan kasih dari orang-orang di sekitarnya.
Maka, sewaktu ada kesempatan untuk membagikan, entah itu berita gembira atau masalah, bagai bendungan jebol, kata-kata mengalir lancar dan deras tanpa titik koma, tanpa hambatan sama sekali.
Ketiga, Ingin menampilkan "kebisaan" diri dalam berbicara.