(1)
Pergi pagi pulang sore, begitulah nasib seorang guru honorer yang jauh dari kata hore.
Malah terkadang nyambi jadi ojek online, merupa hidup yang lain.
Hidup berat nian, mental jadi tertekan.
Mengais rezeki yang tak seberapa, menanggung kewajiban yang beratnya tak terkira.
(2)
Guru honorer dianggap seperti hama, sampai-sampai ada istilah "pembersihan" segala.
Sampai kapan pemerintah tidak menghargai keberadaan guru honorer, sampai kapan pemerintah berdiam diri atas keluh kesah guru honorer?
Kewajiban sama dengan guru PNS tetap, mendapat hak yang sama hanya sekadar berharap.Â
(3)
Kemerdekaan Indonesia sudah memasuki usia 79 tahun, namun nasib guru honorer masih saja culun.
Sampai kapan guru honorer menghadapi ketidakadilan, sampai kapan guru honorer mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan?
(4)
Guru honorer diperhadapkan dengan pertanyaan yang sulit, pertanyaan yang membuat perut melilit.
Apakah Anda sudah merdeka, susah dijawab dengan sepatah atau dua patah kata.
Karena sudah jelas di hadapan mata, dan terdengar nyaring di telinga.
Mereka belum merdeka, merdeka dari penghasilan sekadarnya, merdeka dari perlakuan tidak setara, merdeka dari harapan yang tidak jelas di ujung sana.
(5)
Kiranya pemerintah mencermati nasib guru honorer, jangan hanya menyajikan "kenyamanan" temporer.
Karena percuma memimpikan Indonesia unggul di tahun 2045, jika pendidikan masih 'compang-camping' tiada tara.
Samarinda, 19 Agustus 2024
Anton