Dalam hal ini, menurut saya, ada tiga hal yang orangtua perlu lakukan untuk mendidik anak supaya berbelanja dengan bijak:
1. Ajar anak untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan
Mudahnya berbelanja saat ini hanya dengan sentuhan ujung jari tangan di smartphone, menelusuri berbagai produk yang menarik hati, order, dan sebagai pemungkas, pembayaran dituntaskan lewat mobile banking.
Sederhana, tidak perlu keluar rumah, tinggal menunggu barang tiba di tangan.
Kalau orang dewasa mungkin bisa mengerem godaan membeli, tapi bagaimana dengan anak-anak?
S tergoda membeli kalimba setelah melihat harga promo alat musik tersebut di salah satu lokapasar terkemuka di Indonesia. Dengan mudahnya S membujuk sang ibu untuk menggelontorkan uang yang dibilangnya "tak seberapa" demi memuaskan keinginannya.
Entah ada berapa banyak orangtua yang seperti dalam kasus S. Mengabulkan permintaan supaya anak tidak rewel lagi, meskipun tidak setuju dalam hati terhadap pembelian konsumtif yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Ayah dan ibu harus memberikan pemahaman pada anak tentang keinginan dan kebutuhan.
Memenuhi hasrat keinginan tidak salah, tapi harus melihat faktor kebutuhan yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Menunda membeli. Biasanya setelah lewat satu hari, dua hari, berhari-hari, sampai seminggu berlalu, misalnya, apakah sang anak memang sekadar "ingin" atau "butuh"?
Opsi bisa berubah. Bisa terlihat apakah benda atau produk itu memang sekadar keinginan untuk mendapatkan kepemilikan atau memang benar-benar membutuhkan barang itu untuk menunjang pendidikan atau hobi yang bermanfaat.
Keinginan seperti dua gitar yang dibeli S. Terlihat jelas, S sudah mempunyai satu gitar KW tanpa berpikir panjang waktu membeli, lalu membeli gitar lain yang tiga kali lipat lebih mahal. Percaya kepada penjual kalau gitar itu asli. Kenyataan, gitar kedua sama palsunya dengan yang pertama.