Menulis membimbing saya untuk lebih memaknai hidup, bahwa hidup akan lebih berarti apabila meninggalkan warisan yang abadi.
Harta bisa dicuri, raga dapat binasa, tapi tulisan akan tetap kekal selamanya.
Dan terbukti, manfaat membaca dan menulis tidak hanya saya pribadi yang merasakan, tapi juga beberapa murid yang memang mendapatkan budaya membaca dan menulis dalam keluarga mereka.
Berkaca pada diri sendiri
Pertanyaan "Mengapa anak saya nakal?" yang keluar dari beberapa orangtua murid di masa lalu merupakan cerminan kalau mereka bingung akan polah tingkah buruk putra-putri.
Secara pribadi, saya mengatakan bahwa buang-buang waktu mencari kesalahan di pihak di luar keluarga. Karena fondasi awal berasal dari keluarga, dari ayah dan ibu.
Apabila ayah dan ibu memberi contoh yang baik, mendidik dan mengajar anak sesuai dengan ajaran agama yang dianut; memantau perkembangan anak secara fisik dan psikis; dan menciptakan serta menumbuhkan budaya baca-tulis dalam keluarga, niscaya anak akan beranjak menjadi pribadi yang dewasa, beriman, berintegritas, cerdas, dan tangguh dalam menghadapi berbagai macam masalah di masa yang akan datang.
Jika ayah dan ibu mengabaikan kewajiban mereka dalam mendidik anak dan menyerahkan sepenuhnya pendidikan putra-putri pada sekolah dan orang lain, jangan salahkan kalau karakter anak tidak seperti yang diharapkan.
Berkaca pada diri sendiri, evaluasi, dan perbaiki. Itu yang sebaiknya dilakukan. Mumpung anak belum akil balig, sehingga kenakalan masih bisa ditanggulangi.
Kalau anak sudah menginjak usia dewasa, sudah terlambat untuk memperbaikinya.
Karena penyesalan selalu datang belakangan. Kalau datang di awal, namanya pendaftaran.
Anak nakal, siapa yang menginginkannya?