Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

3 Pertanyaan Basi yang Bambang Akan Hadapi (Lagi) di Tahun 2021

29 Desember 2020   21:01 Diperbarui: 29 Desember 2020   21:03 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hendra sedang bersiul-siul ceria. Kemarin dia mendapat kejutan dari istri dan anaknya. Kue tar dan kado spesial pemberian dari dua sosok yang menjadi tujuan hidupnya, berjuang keras demi membahagiakan mereka.

Pagi ini seakan menggambarkan keceriaan Hendra. Matahari bersinar cerah, burung-burung berkicau dengan riang, udara segar dan sejuk mengisi paru-paru.

"Weh, lagi santai nih? Kenapa senyum-senyum sendiri? Lagi senewen ya?"

Hendra melihat Bambang mendekat dari sebelah kiri, memakai baju kaus putih dan celana pendek yang juga berwarna putih. Baju kausnya lumayan basah dengan keringat. Rupanya Bambang sudah "bekerja keras" pagi ini.

"Ah, kamu, Bang. Pagi-pagi sudah teriak-teriak. Nanti semua orang terbangun. Memangnya tak boleh aku tersenyum? Kan itu hak asasi manusia," kata Hendra.

"Kalau laki-laki yang sudah beristri senyum-senyum sendiri saat pagi hari, biasanya karena tadi malam...," Bambang tersenyum sambil pandangan matanya mengarah ke pintu rumah Hendra.

"Ah, kamu. Jomblo tapi pikiran sudah seperti pria beristri saja," Hendra geleng-geleng kepala, "Berapa putaran larinya?"

"Nggak tahu. Pokoknya setengah jam. Tiga puluh menit. Selebihnya jalan biasa. Pendinginan."

"Masuklah dulu. Kita ngobrol-ngobrol. Kan di kantor, kita nggak bisa punya banyak kesempatan untuk bicara santai di luar topik pekerjaan."

"Nggak apa-apa kalau aku mampir?" Bambang masih tetap jalan di tempat di depan pintu pagar rumah Hendra, "Nyonya rumah nggak bakal marah kalau Sang Arjuna mendapat kunjungan kenegaraan dari The Most Handsome Man on Earth? Soalnya kan dia tahu kalau aku pernah ngajak kamu ke nightclub dulu."

"Ya, dia sudah nggak mikirin itu lagi. Kan sudah lama sekali itu. Dia percaya, aku nggak bakal ikut-ikutan kamu lagi ke sana," Hendra menyilakan Bambang masuk. Tangan kanannya melambai menyuruh Bambang masuk ke halaman rumah.

Bambang membuka pagar, melangkah mendekati kursi di sebelah Hendra, dan duduk dengan cepat.

"Mau minum apa, Bang?"

"Ah, kamu, Hen. Kayak belum kenal aja. Biasa."

"Yang, kopi susu buat Bos Bambang," ujar Hendra.

"Siap, Say," jawab Sinta dari dalam rumah.

Agak hening sejenak. Mereka seperti ingin menikmati cerahnya pagi.

"Bang, gimana kabar bapak dan ibu di kampung?" tanya Hendra tiba-tiba, memecah kesunyian.

"Baik. Mereka berdua sehat," jawab Bambang singkat.

"Adikmu Lina gimana? Sudah selesai kuliah?"

"Sudah. Rencananya dia mau kerja dulu sebelum menikah, meskipun pacarnya sudah ingin meminang."

"Apa yang dia tunggu?"

"Dia ingin cari pengalaman kerja dulu. Kalau sudah puas dan tahu seluk beluk dunia kerja, dia baru ingin menikah."

"Atau nunggu kamu nikah duluan?"

"Mungkin juga."

"Eh, Bang," Sinta tiba-tiba muncul dengan secangkir kopi susu dan segelas susu coklat di atas baki, "Tumben ke sini pagi-pagi begini. Ada perlu?" 

"Gak ada. Kebetulan lewat habis jogging. Say-mu ini yang menodongku untuk mampir. Katanya kopi susu bikinanmu semakin mantap aja," Bambang langsung menyeruput kopi susunya, "Duh, panas."

"Ya, jangan langsung diteguk dong. Tiup dulu. Sabar bro," Sinta cekikikan, "Aku tinggal ke belakang ya. Masak. Nanti ikut sarapan sama kita ya."

"Gak takut makananmu bakal habis? Biasanya kalau aku makan, takaran harus sesuai berat badan," Bambang mengelus perutnya yang 'sedikit' buncit.

"Oh, tidak masalah. Pasti cukup. Kalau kurang, ada bos-mu di sebelah yang selalu bersedia menalangi biaya beli bahan makanan," jawab Sinta sambil berlalu.

Bambang dengan kopi susu, Hendra dengan susu tanpa kopi. Untuk sesaat, suasana hening.

"Wah, gak terasa, sebentar lagi tahun 2021. Rasanya cepat banget tahun 2020," Hendra mendesah sambil meletakkan gelasnya yang sudah licin tandas tanpa sisa.

"Ya itu. Kecepatan seperti jet darat formula satu. Serasa baru kemarin bulan Januari 2020," Bambang masih meminum kopi susunya tanpa henti, seperti menikmati setiap seruput minuman raja.

"Menurutmu, bagaimana kondisi Indonesia tahun 2021 nanti?"

"Ah, kamu kan tahu sendiri, Hen. Aku itu paling malas membahas soal begituan. Capek. Lebih baik bahas yang lain aja."

"Oke deh. Ganti topik. Bapak dan ibumu suka nanyain aku gak?"

"Wah, sering banget. Seperti minum obat. Saban kali aku pulang atau telepon, pasti mereka selalu nanya kamu. Terutama ibu. Nanya kabar, tinggal dimana, anak sudah berapa, de el el.

"Ujung-ujungnya, tiga pertanyaan basi akan mereka lontarkan. Di tahun 2020 ini aja, sudah tak terhitung berapa kali tiga pertanyaan ini mereka tanyakan. Gak tahu bagaimana dengan tahun 2021 nanti."

"Memangnya pertanyaan-pertanyaan yang seperti apa?" Hendra penasaran.

"Pertanyaan pertama, Kapan Kawin? 

"Selalu pendahuluan dimulai dengan kamu, kemudian pertanyaan ini mengemuka."

"Lalu apa jawabmu?"

"Yah, kebanyakan kujawab, belum tahu. Belum dapat yang cocok."

"Cuma itu jawabanmu? Mereka tidak menanyakan lebih lanjut?"

"Tentu aja ada. Kayak gak tahu bapak dan ibu aja.

"Mereka mengajukan pertanyaan kedua, ngapain lama-lama membujang?

"Nah, yang begini ini yang sulit dijawab. Mau dibilang belum dapat yang cocok seperti jawaban di pertanyaan pertama, kok ya ditanya balik kenapa belum dapat yang cocok? Memangnya sudah pernah pacaran sama siapa aja dan apa masalahnya sampai putus?

"Bayangin. Mendetail seperti itu pertanyaannya. Mencecar seperti detektif menginterogasi tersangka. 

"Mau dibilang Ya, nggak pengin lama-lama. Lagi sedang audisi memilih calon pendamping hidup yang sesuai, eeh malah muncul lagi momok berikut.

"Pertanyaan ketiga terlontar yaitu Apa sih kriteria cewek idamanmu?

"Kubilang Aku mau yang biasa-biasa aja, yang penting mengerti aku, mereka bilang, Kok pasrah begitu sih? Kamu harus punya parameter cewek idaman calon pendamping hidup harus seperti apa dan bagaimana.

"Waktu kubilang, Aku mau yang cantik, seksi, rambut panjang sampai ke pinggang, dari keluarga kaya, pernah kuliah di luar negeri, eeh, malah dibilang, Wah, kriteriamu ketinggian banget. Susah dapetin yang kayak begitu.

"Repot kan jadinya. Serba salah," Bambang menandaskan kopi susu dalam sekejap.

"Hahaha, ga papa. Aku juga pernah mendapat perlakuan seperti itu dulu. Tenang, bro. Take it easy. Santuy aja. Nanti juga pasti dapat. Orangtua bertanya dengan maksud baik. Beda kalau yang nanya orang lain. 

"Iya, bener. Si Joni nanya aku terus kapan kawin. Akhirnya, aku jawab, Emangnya kamu mau kasih dana buat aku kawin? Jebret, langsung diem itu orang, hehehe.

"Juga waktu ada si Dewi yang ngolokin aku dan bilang ngapain lama-lama membujang, langsung kujawab, "Ya, memang aku sih udah lama pengin jadi pengusaha. Bosan jadi bujang. Masa jadi pegawai terus.

"Ada lagi si Melly yang nanya perihal kriteria cewek idamanku. Kujawab, Cantik, manis, pintar, dan semua itu ada pada dirimu, Mel."

"Hahaha, wah bahaya. Bisa ada cinlok di kantor nih."

"Sah-sah saja kan. Cinta bersemi setelah sering kali bertemu."

"Ya udah, Nyatakan aja isi hatimu ke Melly."

"Lho, tadi kan udah."

"Oya, kok aku lupa, hahaha. Terus Melly ngomong apa?"

"Ayo, Say, Bang," Sinta memotong pembicaraan, "Diteruskan ngobrolnya di meja makan."

"Pas banget. Say-mu ini meminta nasihat tentang bagaimana menjaga kemesraan di depan istri. Panjang kali lebar kujelaskan secara terang benderang. Saatnya perut diisi," Bambang beranjak dari kursi.

"Wah, sepertinya ada yang salah minta nasihat ke orang yang belum berpengalaman. Apa nggak kebalik?" Sinta tersenyum.

Mereka pun tertawa dan berbarengan menuju ruang makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun