guru honorer di beberapa sekolah.
25 November diperingati sebagai Hari Guru di Indonesia. Banyak hal yang menjadi suka duka selama 20 tahun lebih saya mengabdi sebagaiMenghadiri upacara peringatan Hari Guru di setiap tahun menjadi momentum untuk mengingat bahwa guru adalah profesi yang juga mendapat penghargaan di bumi pertiwi ini.
Lapangan Gelanggang Olah Raga (GOR) Segiri dan GOR Sempaja telah menjadi saksi bisu dimana saya juga pernah mengikuti upacara peringatan Hari Guru.
Tidak setiap tahun saya bisa mengikuti. Di awal-awal saya masih baru mengabdi sebagai guru honorer, semangat menggelora. Mengikuti upacara hari guru adalah kegiatan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Namun setelah mulai banyak makan asam garam dan mengetahui banyak tentang protokol upacara, saya jadi bosan untuk hadir. Kalaupun hadir dalam upacara peringatan hari guru, itu dikarenakan "terpaksa" oleh sebab diabsen.Â
Inti sari pengalaman mengikuti upacara peringatan hari guru
Secara garis besar, di tahun-tahun awal saya menjadi guru, guru diibaratkan sebagai "objek", bukan "subjek".
Kami, guru, dimuliakan di tanggal 25 November, tapi kenyataannya, kami "dipaksa" menunggu pembina dan para undangan.
Dalam hati saya (entah di hati para guru yang lain), ini "hari guru" atau "hari pembina dan para undangan"? Seharusnya guru yang dimuliakan, yang harus ditunggu kedatangannya dan datang paling terakhir, kok malah kami yang menunggu?
Kami diminta datang jam 07.00 WITA, tapi mulai upacaranya ternyata jam 08.30 WITA, bahkan bisa jam 09.00 WITA.
Ada suatu kali saya mengikuti upacara peringatan hari guru (saya lupa di tanggal berapa) dan kejadian di saat itu tidak akan pernah saya lupakan.
Di upacara peringatan hari guru yang saya ikuti tersebut, sang pembina upacara menegur beberapa guru yang berteduh dibawah pohon.