Capek, Pak. Bosan. Dua jam lebih Zoom-nya!”
Pernyataan dari Robert (bukan nama sebenarnya), salah seorang murid les saya yang berstatus siswa kelas enam SD, membuat saya prihatin.
"Jangankan dia, aku aja kalau ikut Zoom satu jam saja sudah puyeng," ujar saya dalam hati.
Di awal Maret dan seterusnya cuma berkisar satu jam saja, lalu semakin kesini bertambah menjadi satu jam 30 menit, kemudian dua jam, dan entah bertambah lagi atau tidak nantinya.
Itu kalau di pagi hari, katakanlah dari jam sembilan sampai jam sebelas. Terkadang sang guru menambah “jam belajar” dengan bimbel online di sore hari dari jam tiga sampai jam empat lewat 30 menit.
Tentu saja, tak semua murid les saya yang mengalami PJJ lewat Zoom, namun ada beberapa yang bernasib malang seperti Robert. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sangat menyiksa dan melelahkan, bukan hanya harus memelototi layar smartphone dan mendengarkan penjelasan guru, tapi juga karena ada tugas atau pekerjaan rumah yang menumpuk setelahnya.
Sebagai guru, saya turut sedih melihat kenyataan sudah mau mencapai delapan bulan menjalani PJJ tapi pembelajaran seakan tetap saja tak ada perubahan.
Saya menyoroti, terutama dalam segi durasi PJJ lewat Zoom dan penerapannya selama proses belajar mengajar.
Menurut pendapat saya, durasi PJJ lewat Zoom dan penerapannya sebaiknya perlu memperhatikan banyak hal, tapi dalam segi ini, ada 3 (tiga) masukan saya untuk para rekan guru.
1. Durasi cukup satu jam saja
Setelah mengamati berbagai “uji coba” dari guru-guru sekolah murid les saya, mulai dari satu jam, satu jam 30 menit, sampai dua jam, bahkan lebih, saya menarik kesimpulan bahwa satu jam adalah durasi yang cukup “ideal”. Tidak terlalu lama, tapi juga tidak terlalu singkat.