Jam empat pagi. Bulan dan bintang menerangi. Suhu dingin menggigit kulit. Lelaki itu bergegas ke kamar mandi.
Guyuran air di wajah. Menghilangkan sisa kantuk. Untuk apa dia bangun sepagi ini di saat yang lain masih terlelap di peraduan?
Di saat sunyi inilah. Di awal hari. Sebelum ayam jantan berkokok. Sebelum matahari terbit. Sebelum bekerja. Dia ingin datang kepada Tuhan.
Berdoa. Membaca firman-Nya. Merenungkan makna bacaan pada hari ini. Terakhir, berdoa, berbicara, berkomunikasi kepada Tuhan.
Meminta hikmat daripada-Nya untuk bisa mengerti lebih dalam akan firman-Nya. Memuji dan memuliakan nama-Nya. Meminta penyertaan-Nya di dalam apa pun yang dia akan kerjakan di hari itu.
Dan penutup daripada itu semua adalah mengucapkan satu kalimat yang terkadang terlupa diucapkan. Satu kalimat kunci. Satu kalimat yang paling bermakna dalam kehidupan ini.
Apa satu kalimat tersebut?
"Terima kasih atas hari ini, Tuhan."
Lelaki itu mengucapkan syukur atas kesempatan untuk "hidup kembali" di hari yang baru.
Ucapkan terima kasih senantiasa setiap hari kepada Sang Pencipta. Karena kita masih hidup sampai saat ini. Semua karena kasih karunia-Nya kepada kita.
Samarinda, 16 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H