Kunci. Satu kata sederhana. Tapi punya banyak makna. Tergantung siapa yang melihatnya.
Serenteng kunci bagi masing-masing orang tidaklah sama artinya. Ada yang menganggapnya biasa. Untuk membuka pintu mobil, rumah, dan lain-lain.Â
Bagi seorang ibu rumah tangga, kunci pintu depan-belakang-kamar tidur menjadi serenteng yang tak terpisahkan, apalagi kalau lagi ke pasar atau ke luar rumah. Hal rutin biasa.
Bagi seorang pengusaha, serenteng kunci berisi kunci kantor-gudang-ruang pertemuan-dan lain-lain harus ada di genggaman. Demi kelancaran usaha. Ini pun juga hal rutin biasa.
Namun menjadi hal yang berbeda bagi Bapak A yang namanya tak mau disebutkan di sini. Beliau berprofesi sebagai penjaga sekolah di salah satu SD Negeri.Â
Membuka pintu gerbang sekolah, pintu ruang kelas, pintu ruang guru, pintu kamar kecil adalah tanggung jawabnya setiap pagi. Sorenya, dia bertanggung jawab untuk mengunci kembali semua pintu dan menjaga sekolah tetap aman terkendali.Â
Melihat murid-murid sekolah berlarian hilir mudik ke sana kemari di halaman sekolah membuatnya merasa berarti. Profesinya sebagai penjaga sekolah dengan serenteng kunci menjadi punya arti tersendiri.Â
Namun saat ini serenteng kunci menjadi hampa. Sebelum corona, mereka sangat berguna, namun sekarang hanya jadi ritual belaka.Â
Membuka dan mengunci. Begitulah tugas Bapak A setiap hari. Hanya mempersilakan angin hilir mudik ke ruang kelas. Ruang kelas kosong tak berpenghuni.
Bapak A merenung dan berkata dalam hati :
"Kapankah corona berakhir?"