bapak tua berangkat. Sapu lidi ada di tangan. Siap menjalankan "tugas negara". Menyapu jalanan supaya bersih merona.Â
Subuh, setelah sahur,Embun pekat masih melambai-lambai di pelupuk mata. Suhu dingin menggigit kulit pembalut tulang belaka. Tapi bapak tua itu sudah terbiasa. Dia sudah menjadi penyapu jalan sejak muda.Â
Daun demi daun disapu. Sampah plastik beserta pernak-pernik ditangani. Debu demi debu tersibak beterbangan. Sesekali dia batuk perlahan. Itu dinamika sehari-hari. Dia sudah biasa mengalami.Â
Satu jam terlewati. Entah sudah berapa kilometer terlampaui. Hanya dia yang tahu. Daun, sampah, dan debu telah bercampur menjadi satu. Di dalam tong sampah yang digeretnya dari hilir ke hulu.Â
Dua jam sudah dia jalani. Sinar matahari mulai menyeruak keluar. Bangun dari peraduan. Siap menyongsong hari yang baru. Para pekerja sudah mulai beraksi. Mencari sesuap nasi dan sebongkah rezeki.Â
Tiga jam terlewati. Bapak tua beranjak pergi. Tak lupa dia membawa serta sapu lidinya kembali. Tugasnya sudah usai. Besok dia akan kembali. Pagi-pagi sekali. Untuk menjalankan "tugas negara". Menyapu jalanan supaya bersih merona.
Samarinda, 27 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H