Saat sendiri memang tak mudah. Hujan deras begitu rupa. Kamar ukuran tiga kali empat mengungkung diri. Meskipun begitu, pikiran mengelana. Tidak bisa dibatasi oleh dinding-dinding ini.Â
Bola mata menatap nanar ke layar hape. Jari-jemari bergerak lincah kian kemari. Dari satu huruf ke huruf berikut. Membentuk kalimat-kalimat picisan seakan romantis.Â
Aku hanya lelaki biasa, yang tinggal di kamar kos biasa, dan punya kehidupan yang biasa. Tak lebih dan tak kurang. Tak ada kelebihan dalam diri, tak kurang orang mencibir kekuranganku.Â
Hidupku bagaikan di tengah padang pasir kehampaan. Semua pandangan bagaikan pasir sekeliling. Membosankan. Jari-jariku sebentar melayu, sebentar melaju. Seiring dengan rasa sinting, jiwa kegilaan yang menghampiri sanubari kesunyian.Â
Hujan mereda. Langit seakan selesai meluapkan angkara murka. Air melimpah di parit. Menyisakan banjir di depan sana.Â
Apakah aku mulai menggila, mengkhayal dalam kesepian, merindu dalam kesendirian?
Biarlah kalau banyak orang menyebutku gila, karena batas kegilaan memang sudah di depan mata.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H