Mohon tunggu...
Muh Khambali
Muh Khambali Mohon Tunggu... -

Saya seorang dosen ilmu hukum dan advokat Peradi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merokok Bukan Hak Asasi

3 Desember 2017   07:48 Diperbarui: 3 Desember 2017   10:39 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rokok, salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap. Rokok dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya, atau sintesis yang mengandung nikotin dan TAR, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Bagi masyarakat Indonesia, rokok bukan sesuatu yang asing. Bagi masyarakat tertentu merokok adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Sayangnya, banyak perokok dengan sadar merokok di depan orang bukan perokok. Perokok berhak merokok, namun orang bukan perokok berhak menghirup udara bersih dan sehat. Dari dua hak yang saling bertolak-belakang tersebut, hak siapakah yang seharusnya lebih diprioritaskan.

Pasal 12 UU 11/2005 menentukan bahwa hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental. Dalam kerangka ini negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak dimaksud.

Merokok memang hak, tetapi bukan hak asasi. Ada hak yang lebih tinggi daripada merokok ialah hak orang mendapat udara bersih dan sehat. Penelitian menyatakan merokok berdampak buruk bagi kesehatan perokok itu sendiri (perokok aktif) maupun bagi orang lain di sekitarnya yang terpaksa ikut menghirup asap rokok (perokok pasif). 

Zat adiktif yang terdapat dalam rokok, antara lain: karbon monoksida, nikotin, asam asetik, naptalin, formalin, hydrogen cyanide, geranol, TAR, metanol, pyridine, methyl chloride, toluene, cinnamalde hyde. Itu semua sangat berbahaya bagi manusia, dan bersifat adiktif (ketergantungan). Akan tetapi, kesadaran masyarakat menghindari bahaya merokok relatif masih sangat rendah.

Perlindungan Masyarakat

Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik. Ayat (2) menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Sedangkan ayat (3) menentukan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Dari ketiga ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republi, kedaulatan berada di tangan rakyat dan berdasarkan hukum (rechtsstaat), bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Sebagai negara hukum, negara Indonesia harus menegakkan hukum sebagaimana disebutkan oleh UU 12/2011. Karenanya hukum harus bernuansa kerakyatan, bersifat aspirarif dan responsif. Hukum responsif akan menghasilkan hukum yang bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakatnya.

Banyak peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah rokok yang telah diberlakukan sebagai upaya perlindungan masyarakat terhadap dampak asap rokok, antara lain: UU 36/2009, UU 44/2009, UU 32/2009, UU 23/2002, UU 39/1999, UU 8/1999, PP 19/2003, PP 41/1999, Instruksi MenKes 84/Menkes/Inst/II/2002, Instruksi Mendikbud 4/U/1997, Instruksi Menkes 161/Menkes/Inst/III 1990.

Politik hukum peraturan perundang-undangan tersebut di atas, semuanya mengatur secara seimbang antara persepsi yang bersifat positif dan negatif tentang rokok. Pasal 113 UU 36/2009 mengatur: (1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan; (2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya; (3) Produksi, peredaran dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 114 UU 36/2009 menentukan, bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencamtumkan peringatan kesehatan. Pasal 115 ayat (1) menentukan bahwa kawasan tanpa rokok (KTR), antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun