Presiden SBY begitu antusias saat menyampaikan pidatonya pada HUT Hipmi pekan kemaren di Balai Kartini, Jakarta. Saat ini berbagai pencapaian telah diraih pemerintah di sektor ekonomi. Indikasinya daya beli masyarakat tinggi, invlasi dapat ditekan dibawah 5 persen, serta bergeraknya sektor riil dan moneter. "Ekspor kita sedang terganggu, kita tertolong nilai investasi naik tajam, konsumsi tinggi" kata SBY.
Presideng optimis dengan kenaikan pada APBN tahun ini 1.700 triliun, dan SBY optimis APBN 2014 bisa mencapai 2.000 triliun. Sedangkan PDB US$ 850 milyar dan dua tahun didepan akan menembus US$ 1 triliun.
Para pengusaha muda yang tergabung di dalam Hipmi ini pun di anjurkan agar tidak hanya bermain pada project-project nasional tetapi pada tingkatan internasional "pemerintah akan membantu dan mendorong iklim yang kondusif. Pengusaha dapat peluang berusaha dikawasan, Asia Tenggara, Asia Pasifik" kata SBY.
Tetapi saya melihat ada yang kontras dari pencapaian yang didapat oleh pemerintah disektor ekonomi ini. Angka pengangguran yang kian meninggi mengakibatkan berbagai konflik tumbuh subur dibagian-bagian nusantara. Laju urbanisasi tak terkontrol, memicu gerakan premanisme di ibukota. Seorang kriminolog kemaren mengeluarkan statemen di TVone bahwa pemicu premanisme di ibukota adalah transformasi yang tidak terjadi oleh para perantau ini, "prilaku kampung tidak bisa serta-merta dibawa ke ibukota" begitu katanya, secara tidak langsung sang kriminolog menyatakan bahwa di kampung para pemuda selalu bringas. Sementara disisi lain disintegrasi terjadi di Sampang, media kian hari-kian hari membingungkan masyarakat dengan menyatakan bahwa inti dari problem sampang adalah masalah cinta, setelah sebelumnya dikatakan bahwa problemnya adalah persoalan keluarga dengan pokok perselisihan berada pada dua adik kaka yang berbeda paham dalam agama. Beberapa bulan sebelumnya MUI Jatim telah mengeluarkan fatwa bahwa Syiah sampang menyesatkan, menurutku ini pemicunya konflik sampang.
Dari sini bisa kita saksikan kondisi terkini Negara yang sangat distorsif dengan pendapatan Negara yang tinggi menjulang ini. Problem dasarnya tentunya akses pendidikan yang tidak terjangkau oleh rakyat kecil yang sering dijadikan kambing hitam yang diolok-olok oleh penngampuh kekuasaan Negara.
Saya berharap penerapan APBN merata keseluruh daerah di Indonesia dan menyentuh semua sektor dalam masyarakat sehingga tidak lagi memicu para kriminolog mengeluarkan statemen yang jauh dari kenyatan. Ini menurutku salah satu pemicu konflik yang sedang dijaga tumbuh kembangnya oleh penguasa untuk kepentingan kekuasaannya. Kita seperti kembali pada masa orde baru bahkan kolonial belanda, dimana anggaran dan pendapatan Negara bagitu melimpah tetapi masyarakat tetap hidup miskin disetiap bagian-bagian Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H