Harus menanti berapa kali matahari terbit,
menabur jingga di cakrawala?
Aku menghitung di setiap semburat,
menunggu pagi membawa jawabnya.
Setiap matahari menapaki singgasana timur,
tergesa-gesa bayangmu hadir di sela embun,
mengintip dari balik dedaunan,
mengusik rindu yang tak kunjung berujung.
Harus menanti berapa kali matahari terbit,
untuk sekadar mengisi daya di pelukmu?
Haruskah sampai matahari tergopoh lelah di ufuk barat?
bagai senja yang lunglai tak berdaya.
Waktu laju berjalan,
tapi rinduku sesak tertahan,
oleh alam yang enggan beri kepastian,
untuk berbisik tentang rindu yang memelas temu.
Berapa kali lagi, Sayang?
Hingga fajar terakhir menyentuh takdirku,
dan kau menyambutku di sana,
tempat di mana mimpi bersepakat dengan nyata.
Buru, 25 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H