Mohon tunggu...
Halima Maysaroh
Halima Maysaroh Mohon Tunggu... Guru - PNS at SMP PGRI Mako

Halima Maysaroh, S. Pd., Gr. Pseudonym: Ha Mays. The writer of Ekamatra Sajak, Asmaraloka Biru, Sang Kala, Priangga, Prima, Suaka Margacinta, Bhinneka Asa, Suryakanta Pulau Buru, Ajian Tapak Guru, Wulan Umbara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etiskah Guru Mengunggah Konten Video Murid Memilih Partner Duduk di Kelas Berdasarkan Gender?

2 November 2024   21:26 Diperbarui: 2 November 2024   21:31 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Guru dan Murid (dokumentasi pribadi)

Dewasa ini kreator konten bukan hanya datang dari dunia selebritis, influencer dan kalangan seniman saja. Dulu hanya orang-orang yang disebut artis dan public figure saja yang lebih banyak disorot. Sekarang semua orang berbondong-bondong unjuk gigi di dunia maya. Memang semudah itu kini untuk menunjukan semua bakat dan potensi diri dengan menggunakan jejaring internet. Para guru di Indonesia juga tidak luput dalam mengambil andil sebagai kreator konten.

Pada berbagai platform berbagi, para guru menunjukkan eksistensinya. Bervariasi konten para guru di Indonesia, dari seputar pekerjaan sebagai guru sampai pada melibatkan murid di dalam kontennya.

Menariknya konten-konten video para guru banyak yang menyita perhatian publik. Hingga menjadikan guru tersebut sebagai influencer.  Guru-guru kreator konten sudah bak selebriti saat ini.

Aksi unjuk kompetensi guru-guru di jejaring sosial tentu mampu berdampak positif untuk menginspirasi guru-guru lain dalam pembelajaran di kelas. Bahkan guru-guru lain juga terinspirasi untuk membuat konten serupa sebagai bentuk berbagi.

Guru bijak memilah konten demi harga diri murid

Belakangan konten para guru bukan lagi melulu terkait pembelajaran. Kontennya lebih beragam bahkan sampai seru-seruan.

Pada ulasan kali ini akan disinggung konten guru yang sempat viral di berbagai media sosial. Yaitu konten video guru meminta murid untuk memilih pasangan duduknya sebelum masuk kelas. Pemilihan pertner duduk itu berdasarkan gender. Jadi siswa memilih siswi sebagai teman duduk dan sebaliknya kadang siswi yang memilih teman lelaki untuk menjadi teman duduk di kelas.

Jika dinonton sekilas, rasanya tidak ada yang salah dengan konten tersebut. Anak-anak memang harus berbaur dan belajar dengan lawan jenis sekali pun. Sehingga tidak ada deskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Jika aksi tersebut untuk anak-anak SD mungkin masih bisa dimaklumi, bagaimana jika aksi tersebut dilakukan untuk anak remaja sekelas SMP dan SMA?

Mereka telah mengenal ketertarikan kepada lawan jenis. Para ABG itu juga punya perasaan sakit hati dan kecewan. Bayangkan, bagaimana perasaan murid yang tidak dipilih oleh kawan lawan jenisnya untuk menjadi partner duduk di kelas? Dia harus duduk sendirian atau duduk dengan teman segender sebagai alternatif terkahir sebab tidak ada yang memilih.

Momen memilih teman duduk berdasarkan gender juga direkam. Kemudian rekaman video itu diunggah dijadikan konten di media sosial guru. Warganet tidak sedikit yang malah merundung anak-anak yang tidak terpilih tersebut, kondisi fisik murid tidak luput dari cercaan jemari usil netizen.

Sebaiknya guru lebih bijak lagi memilah konten yang akan diunggah. Apalagi itu terkait dengan harga diri murid di sekolah. Jangan hanya mengejar popularitas dan gila-gila viral sampai mengorbankan harga diri anak-anak didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun