Kegiatan coaching merupakan kegiatan kolaborasi antara dua orang yang berkebutuhan untuk membagikan keperluannya dan satu pihak lain mendengarkan juga menggali permasalahan dengan pertanyaan berbobot. Di dalam kegiatan coaching bukanlah kegiatan proses memberikan pembelajaran atau mentoring dari satu orang yang lebih berpengalaman kepada orang yang masih minim pengalaman. Kegiatan coaching lebih berfokus kepada mendengarkan dengan baik dan berorientasi kepada solusi.
Terdapat dua peran di dalam coaching, pertama yaitu coach sebagai fasilitator, dan coache sebagai pihak yang berbagi permasalahan dan membutuhkan solusi. Kolaborasi antara coach dan coache inilah yang disebut kegiatan coaching.
Kompetensi coaching perlu dimiliki oleh semua pendidik. Sebagaimana diketahui bahwa seorang guru perlu memiliki jiwa kepimimpinan dan mampu memfasilitasi kebutuhan belajar.
Terdapat dua kompetensi coaching yang harus dimiliki seorang coach. Yaitu kompetensi hadir penuh dan kompetensi mendengarkan aktif. Seorang coach perlu berkonsentrasi dan fokus terhadap coache, tidak diselingi dengan kegiatan-kegiatan lain. Coach juga perlu memiliki kompetensi penjadi pendengar yang baik agar dapat menemukan kata kunci dan inti permasalahan. Dengan memiliki kompetensi mendengar yang baik, maka akan mampu mengondisikan coache dalam keadaan nyaman dan akan mampu menggali dengan pertanyaan berbobot.
Mengajukan pertanyaan berbobot
Mengajukan pertanyaan yang berbobot kepada coache menjadi pertimbangan khusus. Pertanyaan berbobot yang dimaksud adalah pertanyaan yang mempu menggali pernyataanke arah solusi yang diharapkan.
Berikut bentuk pertanyaan berbobot yang dapat diimplementasikan dalam aktivitas coaching:
- Pertanyaan berbobot didapat dari mendengarkan awal tujuan coache datang dalam aktivitas coaching tersebut. Dengan memahami tujuan, maka pertanyaan-pertanyaan berikutnya dapat digali kembali yang lebih spesifik ke arah solusi.
- Bentuk pertanyaan yang diajukan bersifat pertanyaan terbuka. Seperti bertanya dengan kata katanya "apa, bagaimana, seberapa" sebagai pembuka. Pertanyaan terbuka akan mampu menggali informasi lebih dalam lagi dari coache.
- Hindari pertanyaan tertutup seperti pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban "iya atau tidak" di dalam aktivitas coaching. Pertanyaan tertutup hanya membuat aktivitas coaching tidak mengalir.
- Seorang coach mampu membuat pertanyaan yang menjadikan seorang coache merenung, menggali, mengingat, dan mengaitkan permasalahannya serta menemukan solusinya. Tugas coach di sini hanya sebagai fasilitator melalui pertanyaan-pertanyaan berbobot tersebut.
- Petanyaan yang diajuakan di saat yang tepat. Pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kondisi, permasalahan dan emosi coache.
Alur TIRTA
Dalam aktivitas coaching terdapat alur yang dapat menjadi panduan selama coaching berlangsung. Alur tersebut disebut alur TIRTA. TIRTA sendiri merupakan akronim dari Tujuan, Identifikasi masalah, Rencana Aksi dan Tanggung jawab.
- Tujuan, sebagai seorang coach menanyakan tujuan coache menemuinya untuk kebutuhan coaching itu apa. Pada tahap ini biasanya coache akan menceritakan permasalahan yang ingin dibagikan.
- Identifikasi masalah, pada tahap ini seorang coach mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya mampu mengidentifikasi masalah si coache lebih dalam lagi. Mengulik poin-poin dari masalah yang dihadapi coache. Cara ini dilakukan agar selanjutnya dapat berfokus ke solusi yang tepat.
- Rencana aksi, seorang coach perlu menanyakan rencana aksi dari penyelesaian masalah yang dihadapi coache. Pada tahap ini seorang coach tidak menawarkan solusi, hanya menjadi fasilitator coache untuk menemukan solusi yang relevan untuk masalahnya.
- Tanggung jawab, di sini seorang coach menanyakan tanggung jawab apa yang akan dilakukan coache setelah masalahnya terselesaikan. Bagaimana seorang coache tanggung jawab atas tindak lanjut dari rencana aksi tersebut.
Koneksi coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi
Diketahui bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang merujuk pada kebutuhan belajar murid. Dengan kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda, maka perlu juga konten, proses dan produk pembelajaran yang berbeda-beda walau dengan tujuan pembelajaran yang sama.
Koneksinya antara aktivitas coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi adalah ketika pembelajaran berdeferensiasi direncanakan, guru mengadakan observasi terlebih dahulu sebagai asesmen awal. Di dalam asesmen awal, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait masalah dalam pembelajaran sebelumnya. Pada proses asesmen awal ini, guru juga dapat menanyakan apa yang diinginkan dan dibutuhkan murid dalam proses pembelajaran. Murid menceritakan masalahnya, dan murid juga yang menemukan solusi sesuai dengan kebutuhan belajar yang diinginkan.
Setelah pembelajaran berdiferensiasi selesai dilaksanakan, guru dapat melakukan refleksi pembelajaran  melalui murid sebagai partisipan. Saat melakukan refleksi, guru mengajukan pertanyaan terkait kendala atau masalah yang dihadapi selama proses pembelajaran. Selain itu juga dapat ditanyakan terkakit tindak lanjut dari pembelajaran yang telah terlaksana.