Pengabdian pertama di pesisir Pulau Buru, tepatnya di Desa Batujungku, Kecamatan Batabual. Daerah terpencil dengan akses yang cukup sulit. Dari ibu kota kabupaten kami harus menumpangi perahu mesin atau orang setempat menyebutnya jonson, untuk mencapai tempat pengabdian. Menggunakan jalur laut karena jalur daratnya masih rimba. Sinyal yang hanya dapat diperoleh di tepian pantai, listrik yang hanya menyala enam jam sehari semalam, air yang tidak lancar mengalir ke rumah-rumah, menjadi warna saat pengabdian pertama.
Kemudian tempat pengabdian kedua tidak jauh dari tempat saya dilahirkan. Di area transmigrasi yang dapat ditempuh dengan sepeda motor. sinyal dan listrik telah mumpuni dan layak. Hanya butuh waktu 30 menit dengan mengendarai sepeda motor dari rumah ke lokasi kerja. Kali ini, saya benar-benar mengabdi di tempat saya lahir. Walau di desa dan kecamatan yang berbeda, tetapi masih di dataran yang sama.
Rasa syukur mengendap dalam dada, bahwa kembali ke kampung halaman tidak dengan tangan hampa. Ada gelar tersemat, ada finansial hasil jerih selama merantau, ada pekerjaan impian orang tua yang terwujud. Semua itu untuk membayar rindu kenangan di tempat saya menumpuk impian. Pulau Buru, saya telah kembali pulang dalam pengabdian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H