Berbeda dengan zaman sekarang yang dengan vulgar mengumbar perasaan yang ditulis di sosial media. Jatuh cinta, percekcokan, amarah bahkan perceraian dijadikan konten di sosial media.
Zaman buku harian masih eksis dan digemari, buku dilengkapi dengan fasilitas gembok dan kunci, atau ada kode sandi buku seperti brankas. Semua itu demi menjaga kerahasiaan isi buku dari orang lain yang usil ingin membaca. Dari sini, bisa dipetik pelajaran bahwa buku harian mengajarkan untuk menjaga rahasia sendiri maupun rahasia orang lain.
Buku harian menjadi kenangan yang memotivasi dan bersyukur
Membuka dan membaca kembali buku harian, memotivasi pemiliknya untuk lebih baik lagi atas kekurang, keluhan atau bahkan prestasi yang pernah ditoreh. Sekaligus menjadikan rasa syukur atas semua kehidupan yang pernah dijalani.Â
Jika yang ditoreh kemalangan, maka akan memotivasi agar lebih baik lagi. Begitupun jika yang tertoreh adalah prestasi yang mengagumkan, dapat menjadikan rasa syukur dalam dada dan memotivasi untuk meraih yang lebih tinggi lagi.
Demikianlah kenangan-kenangan bersama buku harian di masa silam yang kini tergantikan dengan dunia maya. Dampak positif dan negatif pasti ada, tinggal penggunanya bijak-bijak saja. Kini banyak platform menulis yang dapat dimanfaatkan untuk menuangkan isi hati dan buah pikir yang diolah menjadi tulisan yang ciamik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H