Mohon tunggu...
Dwi Aryanti
Dwi Aryanti Mohon Tunggu... -

Introvert, hard working and stubborn. Passionate in writing (dwiaryanti.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

HarukaEdu: Solusi Belajar Online Menghadapi Persaingan SDM

3 Juni 2016   00:28 Diperbarui: 3 Juni 2016   15:32 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SIAPKAH MENGHADAPI MEA?

Persaingan tenaga kerja akan semakin ketat dengan pemberlakukan pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Seperti yang kita tahu pasar bebas tidak hanya membuka arus perdagangan barang dan jasa tetapi juga pasar tenaga kerja. Menurut Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari bahwa MEA mensyaratkan dihapusnya aturan-aturan yang  sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.Di satu sisi, hal ini merupakan potensi karena dapat menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru. ILO (Internasional Labour Organization) merinci bahwa permintaan tenaga kerja ahli atau profesional akan mengalami kenaikan sebesar 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kelas menengah akan mengalami kenaikan sebanyak 22% atau 38 juta, sementara itu tenaga kerja level rendah akan meningkat sebesar 24% atau 12 juta.

Di sisi lain, MEA merupakan tantangan bagi pekerja Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain. Memang saat ini tidak serta merta semua pekerjaan dapat diambil alih oleh tenaga kerja asing tetapi masih terbatas pada sektor tenaga kerja profesional dan ahli seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Tapi tentu kedepannya, akan semakin kompetitif. Dapatkah SDM Indonesia bersaing?

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2013 dari 111 juta pekerja, sebanyak 8 juta (7%) merupakan lulusan S1 dan 31 juta (28%) merupakan lulusan SMA. Jadi, jelas pendidikan merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia. Permasalahan kondisi pendidikan di Indonesia, yakni:

  1. Masih minimnya kapasitas kuota instansi pendidikan tinggi. Pada tahun 2010, terdapat lebih dari 2,5 juta pendaftar pendidikan tingkat tinggi namun hanya 1 juta pendaftar yang diterima
  2. Kualitas pengajar yang belum memenuhi kualitas yang baik. Salah satunya yakni masih terpusatnya para akademisi di pulau Jawa
  3. Kurang terampilnya pekerja

Besarnya kebutuhan akan SDM yang kompeten, membuat para tenaga kerja Indonesia harus bekerja lebih keras dalam meningkatkan kompetensinya, yakni dengan pendidikan dan pelatihan guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tantangan persaingan pasar bebas. Namun, kendala pada tempat, waktu, dan juga kuota kelas memperlambat tercapainya tujuan tersebut.

 

APA ITU E-LEARNING?

Salah satu solusinya adalah e-learning. Kemajuan teknologi informasi yang pesat terlebih perkembangan internet, telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia. Salah satunya yakni menggeser paradigma pendidikan yang awalnya hanya dapat berlangsung secara tatap muka dan di dalam kelas menjadi dapat dilakukan secara online yaitu metode pelatihan yang berbasis elektronik atau e-learning.

Zhang dalam Nyvall (2014) menyebutkan e-learning adalah “technology-based learning in which materials are delivered electronically to remote learners via a computer network”. Menurut Sricastava dan Agarwal dalam Nyvall (2014), e-learning dapat diimplementasikan ke dalam dua cara. Pertama, asynchronous e-learning yakni belajar mandiri dimana partisipan berinteraksi pada waktu yang berbeda. Contohnya yakni kelas dengan menggunakan learning management system (LMS). Kedua, synchronous e-learningyakni ketika pelatihan tersebut dilakukan secara online di waktu yang sama.

Banyak penelitian yang membahas tentang keuntungan e-learning.Mayoritas penelitian menyebutkan keuntungan e-learning adalah fleksibilitas dalam belajar, biaya yang lebih rendah, dan lokasi belajar yang tidak terbatas. Zhang dalam Nyvall (2014) menemukan bahwa e-learning merupakan program yang berhasil karena pengajar membiarkan muridnya untuk melakukan sesuatu dan bertanya dibandingkan ketika belajar dengan guru yang pasif dan murid hanya menerima informasi saja. Kelebihan lain menurut Welsh dalam Nyvall (2014) adalah kemampuannya dalam menyimpan aktivitas belajar.

Terdapat pula kekurangan dari e-learning, meskipun hal negatifnya lebih sedikit dibandingkan poin positif yakni dapat menyebabkan multi tafsir dalam memahami literatur karena lebih sedikitnya kelas tatap muka dan bicara, terdapat jarak dalam penelitian, terbatasnya dalam pemilihan artikel. Biaya yang diperlukan juga tinggi ketika dalam pembangunan sistem IT dan staf di awal pembentukan e-learning. Patterson dalam Nyvall (2014) juga menemukan bahwa seseorang yang mengambil kelas online enam kali lebih mudah berhenti melanjutkan belajar dibandingkan ketika mengikuti kelas tatap muka. Kurangnya interaksi juga dialami oleh para siswa. Pada negara berkembang, infrastruktur juga menjadi hal yang dipertimbangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun