Kemarin sore tiba-tiba ada pesan [message] yang masuk ke inbox facebook saya, ada seorang mahasiswa yang mempertanyakan kepada saya tentang mimpi, pertanyaannya cukup sederhana pak bisakah kita mengontrol mimpi kita? Bisakah kita memilih mimpi kita sendiri? Pertanyaan yang menarik, saya pun berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan tersebut, kemudian saya pun menjawabnya “mungkin bisa”.
Saya pun membeberkan beberapa data ilmiah dari Tim peneliti Harvard Medical School telah mampu melakukan kontrol terhadap mimpi, sekurang-kurangnya pada bagian tertentu dari isi mimpi. Mereka menggunakan metode provokasi-mimpi untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan klasik, seperti: Dari mana mimpi berasal? Apa arti mimpi-mimpi itu? Apa peran mimpi dalam memori, belajar dan kreativitas? Apakah keterkaitan mimpi dengan ketidaksadaran?
Selama bertahun-tahun para ilmuwan kesulitan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas karena objek studi berupa mimpi merupakan kejadian unik yang sama sekali tidak bisa diulang atau direplikasi. Itulah yang setidaknya terjadi sampai Robert Stickgold, asisten profesor bidang psikiatri dan rekan-rekannya di Harvard Medical School mempublikasikan hasil penelitiannya dalam majalah Science edisi 13 Oktober 2000. Mereka berhasil membuat 17 orang yang berbeda memiliki mimpi yang sama. (Harvard Medical School (2000, October 13). Scientists Learn To Program Human Dreams. ScienceDaily).
Para peneliti menggunakan komputer game yang bernama “tetris” untuk memberikan gambar-gambar kopian kepada subjek. Para subjek penelitian kemudian diminta memainkan game selama 3 hari; 2 jam di pagi hari dan 1 jam di malam hari pada hari pertama, lalu 1 jam di pagi dan 1 jam di malam hari untuk dua hari berikutnya. Lantas para peneliti memonitor mimpi setiap subjek pada dua malam pertama.
Hasilnya, 17 subjek atau lebih dari 60% subjek melaporkan mengalami mimpi sekurang-kurangnya sekali dalam 1 jam pertama setelah mereka tertidur, dan semuanya melaporkan mengalami mimpi yang sama, yakni adanya gambaran potongan tetris yang jatuh. Hasil mengejutkan datang dari fakta bahwa mimpi yang terkuat datang bukan di malam pertama percobaan tetapi justru di malam kedua. Para peneliti menduga kesenjangan itu terjadi karena otak memerlukan waktu untuk menampilkan kejadian-kejadian dalam bentuk mimpi.
Temuan yang paling mengejutkan datang dari studi pada orang yang menderita amnesia, alias orang-orang yang tidak memiliki memori jangka pendek (short term memory). Semestinya mereka tidak akan mengalami mimpi tentang kejadian sehari-hari karena mereka tidak mengingat kejadian yang telah dialami. Kenyataannya berbeda. Dari 5 subjek amnesia yang diteliti, sejumlah 3 subjek mengalami mimpi yang persis sama, yakni adanya gambaran potongan "tetris" jatuh. Oleh karena itu dimungkinkan memori tidak sadar (unconscious memory) pada penderita amnesia juga bekerja saat mereka dalam kondisi jaga.
“Kita berpikir bahwa pikiran kita adalah milik kita sendiri. Tetapi ternyata ada sistem-sistem tertentu yang bekerja di dalam otak kita yang memiliki aturannya sendiri”. Nah, berarti mimpi bisa dikontrol bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H