Mohon tunggu...
M. Hamam Al Fajari
M. Hamam Al Fajari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ^ngapakers^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema PKL

6 Januari 2013   15:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:26 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertumbuhan pembangunan kota-kota di Indonesia tentu tidak dapat dipisahkan dari kehadiran sektor informal yang secara integral telah merasuk dalam setiap kegiatan kehidupan perkotaan. keberadaan sektor informal menjadi penting sebab berfungsi sebagai penyokong sektor-sektor formal dalam proses pembangunan, meskipun terkadang keberadaan sektor informal tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang memliki kontribusi positif dan bersifat konstruktif bagi pembangunan. Keberadaan sektor informal di kota-kota tidak dapat dilepaskan dari proses pembangunan, dimana ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota, menarik arus urbanisasi ke kota. Hal ini meyebabkan pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang tidak sejalan dengan ketersediaan lapangan kerja. Dalam situasi inilah para pencari kerja akhirnya lari ke sektor informal demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan Salah satu usaha sektor informal yang menjadi pilihan adalah profesi sebagai pedagang kaki lima (PKL).

Pedagang kaki lima (PKL) adalah orang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat. Usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal (Winardi Haryono, 1989). Modal yang dimiliki PKL pun relatif tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap berupa peralatan dan modal kerja. Dengan modal yang serba pas-pasan, PKL tetap berusaha keras untuk bekerja demi mencukupi kebutuhannya ditengah-tengah kerasnya kehidupan perkotaan.

Dalam perkembangannya PKL seringkali menghadapkan pemerintah pada posisi yang dilematis, disatu sisi keberadaannya dapat menciptakan lapangan kerja dan itu artinya mengurangi jumlah pengangguran, namun dilain pihak keberadaan PKL yang tidak diperhitungkan dalam perencanaan dan pembangunan tata ruang kota telah menjadi beban tersendiri bagi pemerintah. PKL yang beraktivitas di ruang-ruang publik kota tanpa mengindahkan kepentingan umum, sehingga terjadi pengalihan fungsi dari ruang tersebut yang menyebabkan kepentingan umum menjadi terhambat. Pada akhirnya kesesuaian tatanan fisik masa dan ruang kota dalam menciptakan keserasian lingkungan kota sering kali tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan. wajar saja jika kita sering mendengar penggusuran PKL oleh pemerintah melalui tangan-tangan Satuan Polisi Pamong Praja di tempat-tempat tertentu karena keberadaan mereka dianggap telah mengganggu ketertiban umum dan demi terciptanya tata raung kota yang sesuai dengan perencanaan pembangunan oleh pemerintah.

PKL ini muncul dari adanya kondisi pembangunan di bidang ekonomi yang tidak merata di seluruh indonesia, kesengjangan antara kehidupan di kota dan di desa amat dirasakan oleh mereka yang tidak mampu berkembang di desa, sehingga kota masih menjadi magnet yang kuat dan diyakini sebagai ladang rezeki sehingga mampu mengubah nasib mereka. selain itu, kurangnya lapangan pekerjaan di kota bagi orang-orang yang berpendidikan rendah [meskipun yang berpendidikan tingggi juga belem ada jaminan akan mendapatkan pekerjaan] membuat mereka tidak banyak memiliki pilihan untuk memperbaiki nasibnya.

Tentu keberadaan PKL memunculkan pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat kita, ada yang merasa terganggu dengan keberadaannya yang sering kali menggunakan ruang publik untuk membuka lapak dagangannya sehingga mengganggu kepentingan umum dan tidak menutup kemungkinan juga ada yang pro karena keberadaannya memberikan kemudahan bagi orang-orang yang sering berbelanja di tempat-tempat dimana PKL tersebut berada.

PKL merupakan fenomena sosial yang umumnya berkembang ditengah masyarakat perkotaan yang perlu formulasi yang konstruktif sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan atau win win solution dan pembangunan kota dapat berjalan sesuai dengan perencanaan pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun