Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan yaitu maraknya tukang gigi tidak resmi yang digunakan oleh masyarakat luas.
Tukang gigi tidak resmi adalah seseorang yang tidak memiliki kualifikasi atau lisensi resmi sebagai praktisi gigi, namun mereka menawarkan layanan perawatan gigi kepada masyarakat.
Artikel ini akan menyoroti risiko dan dampak negatif yang terkait dengan penggunaan tukang gigi tidak resmi oleh masyarakat, serta memberikan data yang relevan untuk mendukung klaim ini.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, layanan perawatan gigi harus dilakukan oleh profesional yang terlatih dan berlisensi untuk memastikan kualitas, keamanan, dan keberhasilan prosedur gigi.
Namun, ada lonjakan yang signifikan dalam penggunaan tukang gigi tidak resmi oleh masyarakat. Beberapa alasan di balik fenomena ini meliputi aksesibilitas, biaya yang lebih rendah, dan ketidakmampuan sebagian orang untuk mengakses perawatan gigi yang memadai.
Penggunaan tukang gigi tidak resmi berpotensi menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi individu yang mencari perawatan gigi. Tanpa pelatihan dan pengetahuan yang memadai, tukang gigi tidak resmi mungkin tidak menyadari praktik gigi yang benar atau tidak memiliki akses ke peralatan dan bahan yang steril. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi, kerusakan gigi yang lebih parah, dan bahkan kerusakan permanen pada gigi dan gusi.
Selain risiko kesehatan, maraknya tukang gigi tidak resmi juga memiliki dampak ekonomi dan sosial yang merugikan. Profesional gigi yang berlisensi telah menjalani pendidikan dan pelatihan yang memadai, serta memiliki akses ke peralatan dan teknologi canggih untuk perawatan gigi yang efektif.
Penggunaan tukang gigi tidak resmi dapat mengurangi pendapatan dan keberlanjutan praktik gigi resmi. Selain itu, jika ada masalah atau komplikasi yang timbul dari perawatan yang dilakukan oleh tukang gigi tidak resmi, biaya perbaikan yang lebih tinggi mungkin diperlukan, yang pada akhirnya membebani masyarakat.
Data menunjukkan bahwa sekitar 25% dari populasi Indonesia menggunakan layanan tukang gigi tidak resmi. Survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sekitar 40% dari mereka yang menggunakan tukang gigi tidak resmi mengalami masalah kesehatan gigi yang serius dalam jangka panjang.
Selain itu, studi lain menemukan bahwa hingga 70% dari pasien yang menggunakan tukang gigi tidak resmi harus menjalani perawatan tambahan oleh profesional gigi berlisensi karena masalah yang muncul dari perawatan sebelumnya.