Mohon tunggu...
Halomoan Sirait
Halomoan Sirait Mohon Tunggu... -

Penulis aktif di "Cinema Thought", Seorang "Parmalim Developer and Philosopher" Fans berat dengan "George Clooney"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bouku Pahlawanku

15 November 2012   17:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:17 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Amenna Sirait , dia adalah bouku (bibi) adik ayahku yang tinggal dirumah kami sejak tahun 1980 di desa Aek nabara, Labuhan Batu Sumatera Utara.Ayahku dan bouku berasal dari Lumban Lobu Parik, Porsea kampung yang sangat terpencil yang belum mendapatkan akses jalan yang memadai.Ayah mengajak bouku untuk tinggal bersamanya sejak ayahku menikah dengan ibuku (Tiamsa Br Hutapea).Lahirlah 8 orang anak, 3 perempuan dan 5 laki laki.Aku anak ke tujuh dilahirkan rahim ibuku. Ayah menafkahi kami dengan berladang, awalnya ia bekerja di hutan di daerah Riau, ia pun jarang pulang dan tidak sempat memperhatikan pertumbuhan anak anaknya.Dirumah, ibu kami membuka kedai kecil kecilan untuk menambah penghasilan.Bouku dengan senang hati membantu ibuku yang kerepotan,dalam pekerjaan rumah tangga dan mengurusi kami yang masih kecil kecil.

Karena ayah jarang dirumah, ibulah yang memegang kekuasaan dirumah.Ia sangat keras dan otoriter terhadap anak anaknya, saya masih ingat ketika abang saya yang baru kelas 1 sd tidak dapat menghafal perkalian, ibuku memukulinya dan memaksanya agar ia cepat menghafalnya.Abangku itu menangis tersedu sedu sambil berusaha untuk menghafal perkalian dengan suara paraunya.Setelah itu ia lari ke bouku dan memeluknya.Boukupun dengan penuh kasih sayang memeluknya dan menghapus air matanya.Ia kerap menjadi tempat  pengaduan atas segala problematika termasuk saya ,ketika guru disekolah menampar pipi saya karena kencing sembarangan, ketika aku merasa demam dan ketika aku tidak tahu mengikat tali sepatu sekolahku. Kami sangat dekat dengan bou, ia penuh hati dan seolah olah menjadi ibu ideal dimata kami.Terkhusus kepadaku, karena memang bou paling dekat denganku. Namun, kedekatanku kepada bouku dipandang menentang ibuku.Ibuku menganggap kalau ia memanjakanku.Ibuku memang pemarah.Setiap pagi boleh jadi adalah pagi yang penuh neraka jika ia mendapati ada anak anaknya tidak bangun  pagi.3 kakakku dan bouku memang bangun lebih cepat,terlebih abang abangku, namun akulah yang paling susah bangun pagi, namun untung ada bou yang sudah membangunkanku dulu.Ia menyelamatkan pagiku.

Bou banyak berperan.Dikedai ia disukai tetangga.Karena bouku juga, kedai kami menjadi laris.Banyak tentangga yang senang mengunjungi kedai kami karena kehangatan bou, ia disapa "tantee" oleh semua ibu ibu,bapak bapak dan anak anak.Sapaan ini sangat populer di Aek Nabara. Otomatis perekonomian kami naik.Kedai kami adalah satu satunya kedai yang tetap bertahan selama 20 tahun, jawabannya mudah karena mama dan bouku.Kamipun bisa sekolah, membeli buku, memakan gula gula, membeli mainan dan pergi ke pasar malam.Bou banyak berperan dikeluarga kami. Namun sayangnya , minim pengakuan.

Selain itu Bou banyak berperan padaku, ia tahu kekuranganku dan mengusahakanku agar aku menuruti keinginan mama.Aku ditolong olehnya dari ancaman pukulan ibu.Aku sangat berterima kasih pada bouku. Boulah yang menyadarkanku mengapa mama seperti itu, "ia mengatakan kamu jangan membenci mama kamu, itu tidak baik.Walaupun ia keras itu sebenarnya wujud dari kepedulian dia padamu." Aku menyadarinya, betapa hebatnya tekanan yang dihadapi ibuku, yang memainkan dua peran, sebagai ibu yang memainkan peran laki laki untuk mencari nafkah kami dan sebagai ibu yang mengurus anak anaknya.Ia tidak mengurus 2 atau 3 orang anak.Ia mengurus 8 orang anak.Sungguh sebuah tuntutan yang sangat besar.

Kini kami semua sudah dewasa, kami semua sudah bersekolah diperguruan tinggi negeri dan beberapa telah sudah menikah.Saya sendiri kini di Semarang, kuliah di Ilmu Komunikasi Undip. Dalam masa masa perenungan, saya berpikir tentang bouku, ia masih setia mengurus rumah kami dan membantu ibuku di kedai.Kini ia berusia 54 tahun, belum menikah. Aku merenung dalam khusuk pengorbanan bouku, yang tidak menikah dan memiliki kehidupan sendiri. Aku merenung tentang bouku yang masih bekerja tidak digaji, aku merenung tentang bouku yang butuh kasih sayang sebagai perempuan yang ingin dikuasai laki laki, bukan dikuasai rumah orang lain. Aku berpikir dalam, sampai kadang aku menangis tentang ketidakberdayaanku membalas kasih sayang, pengorbanannya selama ini, yang rela dipersalahkan, yang rela diperintah.Karena sampai saat ini, mama sangat bergantung pada bouku yang kerap kewalahan mengurus kedai.Ibu telah sakit sakitan.Aku berpikir apa jadinya bila bouku pergi. Ibu akan kewalahan.Aku semakin galau karena mamaku bukan tipe yang membayar karyawan yang dapat mengurangi bebannya.Ia lebih baik melakukannya dengan tangannya sendiri dan menuntaskannya sendiri.Prinsip mama ini membekas sekali padaku.

Aku mengingatnya kembali, berkontemplasi dalam tingkat kecuraman  hati yang amat dalam. Waktu aku kecil, bouku pernah mendapatkan catatan kecilku yang berisi tentang pelajaran mengarang tentang pengalaman liburanku .Aku sangat malu saat itu karena bouku membacanya, dimana disitu tertulisku dengan sangat lugu "kalau aku pulang liburan, aku ingin membawa bouku oleh oleh, sebuah baju yang aku tahu baju itu disukai bajuku.." semua keluarga tertawa mendengarnya.Mereka terpingkal pingkal sementara aku menahan malu.Memang  bouku adalah objek cintaku yang pertama.

Sampai kini, aku belum membalas balas jasanya, apa yang harus kulakukan? aku seakan mengalami jalan buntu. ia adalah pahlawanku.Aku ingin mencarikan ia jodoh yang ia tunda demi mengurus keluarga kami yang sudah terpisah pisah dan lupa akan jasa bou.Yang tidak memperhatikan apa kebutuhan bou.Yang hanya mengurusi diri sendiri. Suatu saat nanti bou, aku dan abang abangku akan membalasnya, kiranya aku menyelesaikan studi S1ku dan membawamu terbang mengangkasa dan membelikanmu baju yang kujanjikan ketika kukecil dulu. berharap Tuhan mendengarkan isi hatiku yang teramat dalam .Bouku pahlawan keluarga kami, pahlawan yang terbisukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun