Mohon tunggu...
Halma Fadhila
Halma Fadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tidak apa-apa salah, tidak apa-apa insecure, tidak apa-apa minder, asalkan sadar kalau itu semua hanya bagian dari dunia. Masih banyak kesempatan untuk menjadi lebih baik, belajar dari masa lalu, dan berdamai dengan kekurangan. Tidak ada makhluk ciptaan Allah SWT. yang tidak berguna, bahkan sesederhana mengucapkan salam, tersenyum, dan menjadi pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Oknum

9 Februari 2024   12:00 Diperbarui: 9 Februari 2024   12:31 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada apa, Pak?"

Si Oknum bertanya dengan jantung yang bekerja lebih cepat dari biasanya. Ia harap-harap cemas apa yang ada dipikirannya tidaklah mungkin terjadi. Begitu salah satu polisi menjawab, tubuhnya langsung menegang.

"Anda diminta untuk datang ke kantor polisi atas laporan pemalsuan data perusahaan, pengambilan dana yang bukan hak Anda, gaji karyawan yang tidak sesuai dengan jam kerja, dan pemerkosaan terhadap salah satu karyawan Anda, serta pencabulan terhadap anak di bawah umur."

Si Oknum menggeleng keras, ia menyangkal. Bukan, ia tidak mungkin melakukan itu. Fitnah, ia dikambinghitamkan oleh orang-orang yang iri pada kesuksesannya. Ini pasti ulah orang-orang yang ia tolak kerja samanya kemarin lusa. Pemerkosaan? Bukan ia yang memerkosa, tapi wanita jalang itu yang menggodanya dan memasukkan obat ke dalam minumannya. Anak kecil mana yang cabuli? Sejak sebulan yang lalu ia sibuk dengan pembangunan hotelnya di Amsterdam. Kapan ia punya waktu untuk memuaskan nafsu?

Namun, polisi itu tidak peduli. Mereka tetap memaksa Si Oknum untuk datang ke kantor polisi dan menjelaskan semuanya di sana. Si Oknum berusaha kembali mengeluarkan alibi ini itu. Ia semakin dilanda kepanikan ketika melihat istrinya luruh di dekat pintu sambil menutup mulut menatapnya tidak percaya. Si Oknum segera menghampiri istrinya, berusaha memeluknya, menenangkannya. Mengatakan bahwa semua itu tidak benar dan semuanya akan baik-baik saja, tapi sang istri menolak pembelaan tersebut. Justru kepalanya ditampar hingga dunianya serasa berputa-putar.

"Pembohong! Kau pembohong!"

Si Oknum kembali menggeleng keras. Ia memohon pada istrinya untuk mendengarkannya dulu. Tapi, tamparan kedua ia dapatkan di pipi bagian satunya lagi.

"Yang kau perkosa itu kakak iparmu sendiri yang sudah bersuami! Yang kau cabuli itu keponakanmu sendiri! Pembelaan apa lagi yang kau berikan?! Aku sudah tahu semuanya, bajingan keparat! Tunggu surat perceraian dariku!"

Si Oknum tidak terima, istrinya sudah berani menamparnya dan membentaknya seperti itu. Amarah sudah menguasai tubuhnya, ia mencengkeram dagu sang istri hingga memekik kesakitan dan minta untuk dilepaskan.

"Kau sudah aku beri hidup enak, makan makanan lezat setiap hari, baju-baju baru, perhiasan mahal. Kalau tidak kau pasti sudah menggembel dan tidur di bawah kolong jembatan. Tapi, kau tidak tahu terima kasih dan hormat sedikitpun pada suamimu. Kembalikan semua yang sudah aku berikan kalau kau mau bercerai dariku!"

Si Oknum membalas sang istri tak kalah sarkas. Kemudian ia mencekik leher sang istri hingga wajah sang istri mulai puas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun