Banyak perubahan yang terjadi pada keluarganya, salah satunya sekarang biaya hidupnya bergantung pada beasiswa dan bantuan kakaknya yang sudah menjadi PNS dan menikah. Namun, kekeluargaan mereka tidak pudar sama sekali. Justru mereka jadi lebih saling mengerti, saling menguatkan, dan saling membantu. Demi cita-citanya dan saudaranya yang lain yang ingin melunasi hutang ibunya, dia bertekad pada dirinya sendiri untuk mewujudkan pesan terakhir ayahnya.
"Ingat, masih ada Ibu."
Dengan izinnya, meski dia tidak ingin namanya disebut, aku persembahkan tulisan ini untuk mengapresiasi keteguhannya, ketabahannya, dan ambisinya untuk mewujudkan cita-citanya. Masih ada ibunya yang bisa dia jadikan alasan untuk kebahagiaan dan tidak menyerah. Dia anak yang pintar, bahkan waktu kelas tiga SMP dia pernah ikut study tour yang dihadiahkan pemerintah kepada anak-anak yang nilai akhirnya tertinggi ke Malaysia-Singapura; dia rajin dan penuh ambisi.
Dari dia untukku, terima kasih karena sudah mendengar kisahku tanpa memandang sebelah mata. Dengan kisah kelam kita masing-masing, mari melangkah bersama keluar dari kegelapan tersebut. Kita kumpulkan cahayanya sampai kegelapan itu minder dan hilang ditelan waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H